03 May 2025

Get In Touch

Aksi Buruh di Kota Malang Tuntut Pencabutan Dua UU an Soroti Ancaman PHK serta Penahanan Ijazah

Ratusan buruh menjalankan aksi demo di depan Gedung DPRD Kota Malang, Kamis (1/5/2025). (Santi/Lentera)
Ratusan buruh menjalankan aksi demo di depan Gedung DPRD Kota Malang, Kamis (1/5/2025). (Santi/Lentera)

MALANG (Lentera) - Ratusan buruh yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) Kota Malang turun ke jalan memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day, Kamis (1/5/2025).

Di depan gedung DPRD Kota Malang, mereka meneriakkan sederet tuntutan serius kepada pemerintah. Mulai dari pencabutan dua undang-undang kontroversial, hingga sorotan tajam terhadap ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) dan praktik penahanan ijazah oleh perusahaan.

Kami membawa tuntutan untuk mencabut UU No. 5 tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Kemudian cabut UU No. 3 Tahun 2025 tentang Revisi UU 4 tahun 2004 tentang TNI," ujar Sekretaris Jenderal SPBI Kota Malang, Fatkhul Khoir. 

Menurutnya, kedua UU tersebut merupakan simbol kemunduran demokrasi dan perlindungan hak-hak buruh. "UU Cipta Kerja jelas memperburuk kondisi kerja buruh. Sistem kontrak kerja makin diperluas, upah ditekan. Sedangkan revisi UU TNI membuka peluang tentara masuk ke ruang sipil, termasuk menangani mogok kerja yang biasa buruh lakukan. Ini menjadi ancaman bagi demokrasi," tegasnya.

Tak hanya itu, Fatkhul juga menyoroti tren PHK yang semakin meluas seiring ketidakstabilan ekonomi nasional. Namun hingga saat ini, menurutnya belum ada kebijakan nyata dari pemerintah untuk mencegah atau mengatasi dampak PHK secara sistematis.

Fatkhul juga mengkritisi langkah pemerintah yang dinilainya hanya simbolik, seperti membentuk Satuan Tugas (Satgas) PHK yang tidak memiliki efektivitas nyata di lapangan. Ia menilai, selama akar masalahnya belum diatasi, yakni kebijakan ekonomi yang berpihak pada tenaga kerja, maka PHK akan tetap menjadi ancaman utama bagi kesejahteraan buruh. 

"Kalau ada PHK, pemerintah harus segera menyediakan lapangan pekerjaan. Karena dari pengalaman yang ada, orang yang ter PHK dengan usia 35 tahun ke atas, akan semakin sulit dalam mencari kerja. Seolah negara tidak punya tanggungjawab untuk menyelesaikan problem ini," paparnya.

Selain ancaman PHK, SPBI juga menyoroti persoalan penahanan ijazah oleh perusahaan yang belakangan mencuat ke publik. Fatkhul menyebut, praktik ini sebenarnya bukan hal baru dan sudah sering dilaporkan oleh buruh. Bahkan, SPBI hampir setiap hari menerima aduan terkait hal ini.

"Bahkan sudah ada Pergub Nomor 18 Tahun 2016 yang melarang praktik ini. Tapi tetap saja terjadi. Ini membuktikan bahwa pengawasan ketenagakerjaan kita sangat lemah," tegas Fatkhul.

Ia menambahkan, lemahnya pengawasan membuat fenomena penahanan ijazah berkembang bak gunung es. Banyak buruh yang memilih diam karena takut kehilangan pekerjaan, sementara di sisi lain pengawas ketenagakerjaan tidak bertindak tegas terhadap perusahaan-perusahaan pelanggar.

"Artinya, kalau mereka (dewan pengawas ketenagakerjaan) bekerja secara optimal, pelanggaran terhadap hak-hak tenaga kerja itu bisa diminimalkan," pungkasnya. (*)

Reporter: Santi Wahyu
Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.