
JOMBANG (Lentera) - Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet, menyampaikan kekhawatirannya terhadap potensi kerugian yang dapat dialami petani akibat terbatasnya penyerapan hasil panen oleh pemerintah. Selain itu, penyerapan terbatas ini juga bisa memicu para pengkulak untuk memainkan harga.
"Tidak semua petani mendapatkan harga Rp6.500 sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Hal itu karena, berdasarkan keterangan dari Bulog, yang diserap hanya sekitar 10 persen dari total hasil panen," katanya dalam kunjungan kerja Komisi IV ke gudang Bulog di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, dikutip dari parlementaria, Minggu (4/5/2025).
Lebih lanjut dia menandaskan bahwa kondisi ini dikhawatirkan akan memicu masalah di lapangan, terutama ketika target penyerapan di suatu daerah seperti Jombang telah terpenuhi, sementara masih banyak petani yang baru memasuki masa panen.
"Yang kita khawatirkan adalah, ketika, mungkin, target di Jombang sudah terpenuhi, sementara masih banyak petani yang panen. Nah, di situlah tengkulak akan memainkan peran. Kalau petani memaksa menjual dengan harga Rp6.500 sesuai HPP sedangkan target pemerintah sudah terpenuhi maka mau tidak mau petani akan menurunkan harga agar hasil panennya bisa dijual," ujar Politisi Fraksi PKS ini.
Di sisi lain, ia menekankan pentingnya peran pemerintah dalam menjamin kesejahteraan petani, terutama dengan memastikan hasil panen mereka dibeli dengan harga yang layak.
Slamet juga mendorong pemerintah agar benar-benar menguasai sistem logistik pangan, sehingga pihak swasta tidak memiliki ruang untuk memainkan harga di tengah kondisi panen raya.
Di samping itu, ia menilai neraca pangan nasional harus dikelola dengan data yang jelas dan transparan, agar kebijakan yang diambil lebih tepat sasaran dan tidak merugikan petani.
"Jika neraca pangan kita jelas dan transparan, maka semua akan jauh lebih mudah," tutupnya. (.*)
Editor : Lutfiyu Handi