
MALANG (Lentera) - Universitas Brawijaya (UB) Malang akan mengukuhkan lima profesor baru dari berbagai lintas keilmuan, pada Senin (26/5/2025). Dari solusi penyelesaian sengketa hukum laut, ekstraksi ramah lingkungan daun mangrove, sistem cerdas pengelolaan air waduk, hingga teknologi deteksi jaringan tubuh serta gagasan bioekonomi sirkular, kelima profesor ini membawa riset yang menjawab isu global dan nasional.
Prof. Dhiana Puspitawati, SH., LL.M., Ph.D, dari Fakultas Hukum UB menawarkan pendekatan baru dalam menyelesaikan sengketa hukum laut antarnegara, melalui model Coexistent Hybrid (Coex-Hyb).
Model ini menggabungkan mekanisme ajudikatif dan non-ajudikatif tanpa keharusan mengintegrasikannya dalam satu proses, sehingga lebih fleksibel dan berdaya guna.
"Dengan pendekatan ini, tidak ada lagi konflik yurisdiksi, dan kedaulatan negara tetap terjaga," ujarnya, Jumat (23/5/2025).
Dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Prof. Dr. Ir. Hartati Kartikaningsih, M.Si, membawa pendekatan hijau dalam pengolahan pangan dan nutraseutikal berbasis daun mangrove.
Ia memperkenalkan metode ekstraksi alami NADES-Damang, kombinasi Natural Deep Eutectic Solvents dengan daun Avicennia marina, yang mampu mengekstraksi senyawa bioaktif seperti flavonoid dan fenolik secara efisien, tanpa meninggalkan residu kimia.
"Ini membuka peluang besar dalam pengembangan pangan fungsional dan kosmetik berbasis bahan lokal yang ramah lingkungan," kata Hartati.
Sementara itu, dari Fakultas Teknik, Prof. Ir. Sri Wahyuni, ST., MT., Ph.D., IPM., ASEAN Eng, menjawab tantangan krisis air akibat perubahan iklim dengan SMART-WATER, sistem manajemen air waduk cerdas berbasis data satelit dan prediksi iklim masa depan.
Menurutnya, sistem ini memanfaatkan algoritma genetik dan machine learning untuk memberikan rekomendasi pelepasan air yang adaptif.
"Pengelolaan air kita harus lebih presisi dan sains-based, bukan hanya mengandalkan standar statis masa lalu," jelasnya.
Namun dikatakannya, tantangan dalam pengembangan penelitian tersebut terletak dalam data base satelit yang selama ini masih kerap mengandalkan satelit buatan luar negeri.
Kontribusi lain datang dari Prof. Dr. Drs. Unggul Pundjung Juswono, M.Sc, dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alama (MIPA), yang mengembangkan teknologi Bioelectrical Impedance Analyzer (BIA) terintegrasi dengan kecerdasan buatan (AI) untuk mendeteksi kerusakan jaringan tubuh akibat paparan polusi.
Teknologi ini menjadi alternatif non-invasif yang cepat, aman, dan bebas radiasi dibanding metode pencitraan konvensional.
"Karakteristik kelistrikan jaringan tubuh bisa jadi indikator penting kerusakan organ akibat polusi," ungkapnya.
Terakhir, dari Fakultas Teknologi Pertanian, Prof. Ir. Aji Sutrisno, M.Sc., Ph.D, memperkenalkan konsep BEST (Bioekonomi Sirkular Terpadu), dengan enzim sebagai katalis utama.
Menurutnya, Indonesia harus mulai beralih dari ketergantungan pada enzim impor dan menggali potensi biodiversitas lokal untuk mendukung industri bioteknologi.
"Transformasi limbah pertanian dan laut menjadi bioproduk bernilai ekonomi melalui enzim adalah jalan Indonesia menuju ekonomi hijau," katanya.
Dengan pengukuhan ini, jumlah profesor di Universitas Brawijaya terus bertambah, hingga saat ini mencapai 427 profesor.
Reporter: Santi Wahyu/Editor: Ais