
SURABAYA (Lentera) - Ketua Komisi B DPRD Kota Surabaya, M. Faridz Afif masih menemukan warga, terutama di Surabaya utara yang kesulitan mendapatkan layanan air bersih dari Perumda Air Minum Surya Sembada (PDAM).
Menurutnya, kendala utama itu berasal dari status legal lahan yang ditempati warga. Mereka yang tinggal di atas tanah milik PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) kerap tidak dapat memenuhi persyaratan administrasi untuk pemasangan sambungan PDAM.
"Air bersih bukan kemewahan, melainkan hak dasar yang dijamin UUD 1945 Pasal 33 dan Konvenan Internasional ICESCR," ucap anggota dewan yang akrab disapa Gus Afif ini, Sabtu (24/5/2025).
Ia menilai kurangnya sosialisasi dari PDAM serta lemahnya peran pemerintah dalam mendampingi warga turut memperparah situasi.
Gus Afif menyoroti ketidakadilan dalam kebijakan PT KAI. Di beberapa wilayah, sambungan PDAM tetap diizinkan dengan sistem master meter, sementara di tempat lain dilarang total.
Sistem master meter pun dinilai tidak adil karena biaya yang ditanggung warga menjadi lebih mahal akibat pengelolaan swadaya oleh kelompok masyarakat.
“Ini bentuk ketimpangan yang tidak boleh dibiarkan. Pemerintah Kota (Pemkot) harus segera turun tangan dan bernegosiasi dengan PT KAI agar akses air bersih dibuka untuk seluruh warga, tanpa kecuali,” jelasnya
Ia juga mendesak PDAM agat lebih proaktif dalam memberikan layanan, termasuk melalui program jemput bola. Menurutnya, proses pemasangan sambungan baru (PSB) sangat mudah dan bisa diakses melalui aplikasi CIS PDAM Surabaya.
“Jika persil warga belum tersambung ke jaringan PDAM, mereka cukup membayar biaya sesuai lebar persil dan penyambungan meter air,” tuturnya.
Gus Afif mengingatkan agar pemkot tidak membiarkan rakyat menjadi korban tarik-ulur birokrasi dan konflik kepentingan. “Pemkot wajib hadir dan mencari solusi nyata,” tutupnya. (*)
Reporter: Amanah
Editor : Lutfiyu Handi