31 May 2025

Get In Touch

Perubahan Nama Grebeg Pancasila, Tokoh Penggagas Ingatkan Sejarah dan Budaya Kearifan Lokal

Dua tokoh penggagas Grebeg Pancasila, Samanhudi Anwar (kanan) dan Bagus Putu Parto (kiri) di Istana Gebang, Kota Blitar.
Dua tokoh penggagas Grebeg Pancasila, Samanhudi Anwar (kanan) dan Bagus Putu Parto (kiri) di Istana Gebang, Kota Blitar.

BLITAR (Lentera) - Adanya perubahan nama atau istilah rangkaian Grebeg Pancasila di Kota Blitar, direspon tokoh penggagasnya dengan mengingatkan sejarah dan budaya kearifan lokal yang menjadi daya tarik.

Adapun tiga tokoh yang menggagas Grebeg Pancasila di Kota Blitar sekitar tahun 2009 yaitu, Samanhudi Anwar sebagai tokoh politik, tokoh budayawan dan seniman Bagus Putu Parto serta tokoh budayawan dan pendidikan almarhum Andreas Edison.

Samanhudi Anwar yang saat itu menjabat Ketua DPRD Kota Blitar, menginisiasi adanya Grebeg Pancasila yaitu upacara budaya yang dipadukan dengan sejarah dan kearifan lokal.

Menjadikan Grebeg Pancasila bukan sekedar upacara biasa, tapi menarik minat masyarakat dan wisatawan untuk hadir ke Kota Blitar.

Hingga Grebeg Pancasila menjadi embrio, ditetapkannya 1 Juni menjadi Hari Lahir Pancasila yang disahkan secara resmi oleh pemerintahan Presiden, Joko Widodo pada 2016 lalu.

Menanggapi adanya perubahan nama Upacara Budaya Grebeg Pancasila menjadi Upacara Hari Lahir (Harlah) Pancasila, menurut Samanhudi tidak perlu dan mengingatkan sejarah dibuatnya Grebeg Pancasila.

"Karena setiap nama dalam Grebeg Pancasila ada arti dan filosofinya, bahkan sudah melalui pembahasan bersama dengan tokoh budayawan, seniman dan pendidikan maupun elemen masyarakat di Kota Blitar," ujar Samanhudi, Kamis (29/5/2025).

Kalau diubah, ditegaskan mantan Wali Kota Blitar dua periode ini, mengaku akan mengurangi makna yang terkandung dalam Grebeg Pancasila.

"Usaha, perjuangan dan pengorbanan membuat Grebeg Pancasila tidaklah mudah, mulai dari mengusulkan, melaksanakan hingga mendatangkan Presiden Joko Widodo ke Kota Blitar dan menetapkan 1 Juni menjadi Hari Lahir Pancasila," ungkapnya.

Ditegaskan Samanhudi sebagai orang Jawa jangan lupa Jawa-nya, kalau ingin merubah nama Grebeg Pancasila sebaiknya lihat dulu sejarahnya, hormati pengagasnya dan berunding dengan tokoh masyarakat Kota Blitar.

"Kalau upacara biasa, apa bedanya dengan daerah lain dan apakah menarik masyarakat untuk datang dan melihatnya. Padahal, selama ini Grebeg Pancasila menjadi salah satu ikon wisata sejarah dan budaya di Kota Blitar," tegasnya.

Demikian juga, Bagus Putu Parto sebagai tokoh budayawan dan seniman yang ikut menggagas Grebeg Pancasila mengatakan kalau setiap nama rangkaian kegiatan itu ada simbol, arti, makna dan filosofinya.

"Bahkan pernah dibakukan dalam suatu seminar waktu itu, mendatangjan ahli bahasa, dari Keraton Surakarta, budayawan, birokrat, dan Dewan Kesenian Kota Blitar. Termasuk pelaku Grebeg Pancasila untuk membakukannya," papar Bagus.

Kalau sekarang tiba-tiba ada perubahan nama atau istilah, lanjutnya, maka perlu menengok kembali dan belajar dari sejarah adanya pembakuan tersebut.

"Karena tata cara, rangkaian acara dan nama atau istilah-istilah itu sudah dibakukan saat itu. Seminarnya digelar sekitar tahun 2010," imbuhnya.

Seperti diberitakan, jelang 1 Juni Peringatan Hari Lahir Pancasila yang selalu digelar Upacara Budaya Grebeg Pancasila di Kota Blitar.

Ada penggantian nama rangkaian kegiatannya diantaranya, diantaranya 5 Ritus Grebeg Pancasila diganti menjadi 5 Prosesi Grebeg Pancasila.Kemudian, Bedol Pusoko jadi Kirab Pancasila, Tirakatan Macapatan jadi Renungan Pancasila, dan Upacara Budaya Grebeg Pancasila jadi Upacara Hari Lahir (Harlah) Pancasila. (*)

Reporter: Ais
Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.