01 June 2025

Get In Touch

Bersiap Salip Jepang, India Menuju Ekonomi Terbesar Keempat di Dunia

Tata Motors, salah satu produsen mobil yang dapatkan subsidi dari pemerintah India (Voi)
Tata Motors, salah satu produsen mobil yang dapatkan subsidi dari pemerintah India (Voi)

SURABAYA (Lentera) -India tengah menjadi sorotan global setelah seorang pejabat tinggi negara itu mengklaim bahwa ekonomi mereka kini menempati posisi keempat terbesar di dunia.

Klaim tersebut segera memicu euforia di media sosial India, meskipun data resmi menunjukkan bahwa posisi itu baru akan tercapai dalam waktu dekat.

CEO lembaga think tank pemerintah NITI Aayog, B.V.R. Subrahmanyam, dalam keterangannya kepada media pada Minggu (26/5/2025) menyebut bahwa India telah menyalip Jepang berdasarkan data Dana Moneter Internasional (IMF).

“Kita saat ini adalah ekonomi terbesar keempat... dan ini bukan data saya, ini data IMF,” kata Subrahmanyam, dilansir dari CNBC, Kamis (29/5/2025). 

Namun, data IMF menunjukkan bahwa India diproyeksikan baru akan melewati Jepang pada 2025, dengan nilai produk domestik bruto (PDB) sebesar 4,187 triliun dollar AS, sedikit lebih tinggi dari Jepang yang diperkirakan sebesar 4,186 triliun dollar AS.

Mesin Pertumbuhan Ekonomi India

Terlepas dari ketepatan waktu pencapaian peringkat keempat tersebut, berbagai indikator menunjukkan bahwa India memang sedang menuju posisi itu dengan fondasi ekonomi yang kuat.

Malcolm Dorson, manajer portofolio senior di Global X ETFs, menyebutkan bahwa pertumbuhan India ditopang oleh kekuatan struktural jangka panjang, termasuk populasi muda yang besar dan terdidik, serta kemampuan di sektor teknologi dan jasa.

“India adalah mesin pertumbuhan yang presisi,” ujar Dorson. 

Ia menambahkan bahwa naiknya India ke posisi empat ekonomi terbesar “sudah pasti terjadi.” India juga mendapat dukungan dari faktor eksternal seperti harga minyak yang lebih rendah dan kenaikan harga emas.

Sekitar 80 persen kebutuhan energi India berasal dari impor, sementara 20 persen tabungan rumah tangga masih disimpan dalam bentuk emas fisik.

Menurut Dhiraj Nim, ekonom dan analis valuta asing di ANZ Bank, peningkatan konsumsi domestik juga menjadi pendorong utama pertumbuhan.

Data dari NielsenIQ menunjukkan bahwa konsumsi menyumbang lebih dari 56 persen terhadap PDB India, dengan kawasan pedesaan mencatat hampir 40 persen penjualan barang konsumen pada kuartal I-2025.

Ia memperkirakan daya beli petani akan meningkat dalam beberapa bulan mendatang. Hal ini seiring membaiknya cuaca yang mendukung hasil panen, penurunan inflasi, dan insentif dari anggaran pemerintah termasuk pemotongan pajak dan stimulus tambahan.

Tantangan di Balik Optimisme

Mengutip dari Kompas, meski pertumbuhan ekonomi India mengesankan, sejumlah analis memperingatkan bahwa posisi keempat tidak serta-merta mencerminkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

“Masih ada kesenjangan besar dalam standar hidup, infrastruktur sosial, ekonomi, dan fisik antara India dan Jepang,” kata Shumita Deveshwar, kepala ekonom India di TS Lombard.

Saat ini, PDB per kapita India hanya 2.880 dollar AS, jauh di bawah Jepang yang mencapai 33.960 dollar AS.

Deveshwar menekankan perlunya peningkatan belanja modal, perbaikan akses pendidikan, peningkatan keterampilan tenaga kerja, dan penciptaan lapangan kerja.

Hal senada disampaikan oleh Nim, yang menyebut pencapaian peringkat keempat hanyalah “alur alami.”

Ia menilai bahwa India harus lebih terbuka terhadap investasi asing dan fokus pada sektor-sektor yang memiliki keunggulan komparatif, alih-alih mencoba menguasai semua lini manufaktur.

“Memilih sektor unggulan akan memungkinkan tenaga kerja mengembangkan keterampilan spesifik dan menghasilkan produk yang kompetitif di pasar global,” ujarnya.

Revisi Kebijakan dan Kebutuhan Reformasi

Keduanya juga menggarisbawahi perlunya percepatan reformasi. India memiliki sejarah keterlambatan dalam implementasi kebijakan, seperti reformasi ketenagakerjaan dan pertanian yang hingga kini belum tuntas.

“Untuk mempertahankan posisi dan mengejar target menjadi ekonomi ketiga terbesar dunia, India harus memperbaiki eksekusi kebijakan,” kata Deveshwar. 

Tren dan Agenda Ekonomi India

Dalam waktu dekat, India juga bersiap menandatangani kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat (AS) pada akhir Juni. Pejabat AS akan mengunjungi India untuk memfinalisasi pembahasan.

Meski India tetap melarang impor tanaman hasil rekayasa genetik, produk pertanian non-transgenik dari AS diperkirakan akan mendapat izin masuk.

Sementara itu, ekspor iPhone buatan India ke AS melonjak 76 persen secara tahunan pada April, mencapai sekitar 3 juta unit. Sebaliknya, ekspor dari China justru anjlok hingga 76 persen karena tarif tinggi yang dikenakan pemerintah AS.

Presiden AS Donald Trump bahkan menyatakan bahwa iPhone harus diproduksi di Amerika, dan produk dari luar akan dikenai tarif minimal 25 persen.

Namun, analis menilai pemindahan produksi ke AS akan sulit dilakukan, dan Apple justru terus memperluas operasinya di India.

Situasi Pasar Saham India Pekan Ini

Pasar saham India bergerak datar pada Kamis (29/5/2025) siang waktu setempat, meskipun bursa Asia cenderung menguat setelah pengadilan perdagangan AS menyatakan bahwa Presiden Trump melebihi kewenangan saat menerapkan tarif "resiprokal."

Indeks Nifty 50 tercatat naik tipis 0,01 persen, sementara BSE Sensex nyaris tak berubah. Sejak awal tahun, kedua indeks masing-masing tumbuh 4,6 persen dan lebih dari 4 persen. Imbal hasil obligasi pemerintah India bertenor 10 tahun sedikit turun ke 6,171 persen.

Pekan ini, investor menantikan data pertumbuhan ekonomi kuartal I yang akan dirilis Jumat (30/5/2025), untuk melihat apakah target pertumbuhan tahun fiskal ini bisa tercapai.

Selain itu, pasar penawaran umum perdana (IPO) juga mulai menunjukkan geliat, dengan empat IPO dijadwalkan berlangsung pekan depan (*)

Editor: Arifin BH

 

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.