
NGAWI (Lentera) - Masyarakat Kabupaten Ngawi dihebohkan ulah dua orang oknum kepala desa yang terlibat peredaran uang palsu. Warga Ngawi diimbau untuk waspada dan segera melaporkan ke pihak berwajib apabila menemukan uang palsu.
Sindikat peredaran uang palsu di Kabupaten Ngawi melibatkan dua kepala desa, DM (42) warga Kecamatan Sine, dan ES (55) warga Kecamatan Ngrambe. Selain itu, pihak kepolisian juga mengamankan AS (41) warga Kabupaten Sragen.
Dalam kasus ini, ketiga pelaku mengedarkan uang palsu dengan modus bertransaksi di berbagai tempat umum, antara lain minimarket, pertokoan, agen BRILink, hingga SPBU. Lokasi kejadian meliputi wilayah Kabupaten Ngawi, Madiun, Magetan, dan Sragen.
Dari hasil pengembangan, ketiga pelaku memperoleh uang palsu dari AP (38) warga Kuningan, Jawa Barat, dan TAS (47) asal Lampung Selatan. Keduanya diketahui bertugas mencari pembeli, kemudian memesan uang palsu dari seorang pemasok berinisial Mr. X yang kini dalam pengejaran polisi.
Barang bukti yang berhasil disita dari lima pelaku mencakup ribuan lembar uang palsu dalam berbagai mata uang, termasuk rupiah, dolar Amerika Serikat, dan Brazilian Real. Dari DM, polisi menyita 308 lembar pecahan Rp100 ribu.
Sementara dari TAS, ditemukan 5.040 lembar pecahan Rp100 ribu, empat lembar pecahan Rp50 ribu palsu, 1.000 lembar pecahan 5.000 Brazilian Real palsu, 91 lembar pecahan 50 dolar AS palsu, dan 90 lembar pecahan 100 dolar AS palsu. Sejumlah lembar rupiah palsu yang belum terpotong juga turut diamankan.
Perwakilan Bank Indonesia Kediri, Yayat S, saat konferensi pers di Mapolres Ngawi, pada Jumat kemarin (30/5/2025), mengatakan bahwa kualitas uang palsu dari para pelaku sangat rendah. Bahkan dengan metode 3D sederhana, sudah menunjukkan kepalsuannya.
"Barang bukti uang palsu tersebut memiliki kualitas yang sangat rendah. Dengan metode 3D sederhana saja, sudah bisa dikenali bahwa barang bukti tersebut palsu," ujarnya.
Masyarakat bisa mengenali ciri-ciri uang palsu dengan memastikan melakukan 3D. Yakni dilihat, diraba, dan diterawang.
Ketika dilihat, uang palsu cenderung memiliki warna yang kusam. Sementara uang asli juga cenderung memiliki kualitas warna yang konsisten, ketika dilihat dengan sudut pandang rendah.
"Uang palsu cenderung tidak memiliki kualitas warna yang konsisten," ujarnya.
Uang asli memiliki tekstur ketika diraba. Hal ini menurut Yayat menjadi metode pengaman uang asli melalui proses percetakan. Tekstur yang tercetak pada uang asli juga memudahkan penyandang tuna netra untuk mengetahui nominal uang.
Kemudian saat diterawang, uang asli memiliki watermark gambar pahlawan. Uang asli juga memiliki tanda gambar yang saling mengisi ketika diterawang.
"Dengan metode 3D sederhana, kita dapat memastikan bahwa barang bukti tersebut uang palsu. Karena tidak memenuhi unsur metode 3D tadi," ujarnya.
Sementara itu, Kapolres Ngawi AKBP Charles Pandapotan Tampubolon mengimbau masyarakat agar menolak uang yang dirasa mencurigakan dan tidak mencoba menggunakannya sebagai alat pembayaran.
“Jika merasa menerima uang palsu, segera lapor. Jangan dibelanjakan karena pelakunya tetap bisa dijerat pidana,” tegas AKBP Charles.
Reporter: Miftakul FM|Editor: Arifin BH