
Tanggal 1 Juni selalu diperingati sebagai hari kelahiran Pancasila. Momentum peringatan ini mengingatkan kembali kepada bangsa ini bahwa nilai nilai yang terkandung didalam Pancasila yang digali dari nilai nilai budaya dan moral kehidupan bangsa ini, nilai persatuan, nilai keadilan dan nilai kegotong royongan yang melahirkan sikap empati dan peduli. Nilai ini diharapkan mampu membentuk karakter bangsa ini terutama para pelajar dan mahasiswa menyongsong peradaban Indonesia Emas. Pendidikan merupakan jalan strategis dalam mewujudkan itu. Namun sayangnya arah kebijakan pendidikan kita selalu berubah seiring dengan pilihan jalan yang ditempuh.
Pendidikan menjadi arena tarik-menarik antara ideologi, pasar, dan cita-cita kebangsaan. Di tengah pusaran globalisasi, digitalisasi, dan individualisme, bangsa ini menghadapi pertanyaan mendasar: pendidikan macam apa yang ingin kita wariskan kepada generasi mendatang?
Presiden terpilih Prabowo Subianto datang dengan narasi yang berbeda. Dalam dokumen Asta Cita, ia menegaskan pentingnya membangun manusia Indonesia yang sehat, produktif, dan Pancasilais. Ini bukan sekadar respons atas bonus demografi, tetapi tawaran arah baru: pendidikan yang tak hanya mencerdaskan, tetapi juga menanamkan keberanian untuk berdaulat dalam identitas dan peradaban.
Mewarisi Pendidikan Era Jokowi
Pemerintahan Jokowi telah membangun fondasi penting. Infrastruktur pendidikan diperluas, digitalisasi diperkenalkan, dan Kurikulum Merdeka memberi keleluasaan pada guru dan siswa. Namun, fokus kebijakan cenderung ekonomistik—pendidikan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja.
Dalam kerangka ini, nasionalisme kadang hanya hadir sebagai formalitas. Sekolah menjadi ruang produksi keterampilan, bukan arena pembentukan watak dan jiwa kebangsaan. Guru bertransformasi menjadi fasilitator, bukan penjaga nilai dan budaya bangsa.
Reformasi Nilai di Era Prabowo
Di sinilah Prabowo menawarkan penekanan baru. Pendidikan tidak cukup hanya menguasai teknologi dan bahasa asing, tetapi harus berakar pada nilai-nilai kebangsaan. Pancasila bukan sekadar hafalan, tetapi harus hidup dalam nalar, laku, dan keputusan anak-anak bangsa.
Pendekatan ini mengandung warna khas Prabowo: disiplin, nasionalisme, dan bela negara. Karakter yang mengandung sisi positif—diperlukan untuk membangun daya juang dan ketahanan mental generasi muda. Namun, ia juga membawa risiko jika tidak disertai ruang kritis dan dialog yang sehat.
Kelebihan dan Kelemahan
Kebijakan pendidikan Prabowo berpotensi mengoreksi arah yang terlalu liberal. Negara kembali hadir untuk membentuk arah dan jiwa pendidikan. Ketimpangan antarwilayah bisa dipersempit melalui intervensi yang terukur. Nilai kebangsaan diperkuat di tengah gempuran budaya global.
Namun pendekatan ini juga menyimpan tantangan. Gaya top-down yang terlalu menekankan ketertiban bisa menumpulkan kreativitas dan daya kritis siswa. Risiko politisasi kurikulum harus dicegah. Pendidikan Pancasila tidak boleh jatuh menjadi indoktrinasi yang membelenggu pikiran.
Jika semangat bela negara tak disertai bela pikir, bela budaya, dan bela demokrasi, maka pendidikan hanya menjadi alat kekuasaan, bukan pembebasan. Apalagi jika ruang partisipasi guru, siswa, dan masyarakat sipil dikesampingkan dalam pengambilan keputusan.
Pendidikan yang Mengakar, Bukan Menggurui
Pendidikan Pancasilais bukan berarti kembali ke model doktriner masa lalu. Ia harus menjelma dalam keseharian: gotong royong, keadilan sosial, keberanian mengambil keputusan yang etis. Sekolah adalah miniatur Indonesia: tempat perbedaan dirawat, empati dilatih, dan tanggung jawab sosial dibangun.
Generasi unggul tak lahir dari tekanan, tetapi dari kesadaran. Di sinilah tantangan Prabowo: mewujudkan revolusi pendidikan yang berakar, bukan sekadar mengguncang. Membangun sekolah-sekolah yang bukan hanya mencetak tenaga kerja, tetapi juga warga negara yang berpikir, merasa, dan bertindak sebagai manusia Pancasila.
Jika berhasil, kita tak hanya menyongsong Indonesia Emas 2045 secara ekonomi, tetapi juga secara moral dan peradaban.
M. Isa Ansori,
Kolumnis dan Akademisi,
Dewan Pakar LHKP PD Muhammadiyah Surabaya,
Wakil Ketua ICMI Jawa Timur.