
MALANG (Lentera) - Sepanjang paruh pertama tahun 2025, Dinas Sosial-P3AP2KB Kota Malang telah melakukan rehabilitasi terhadap total 88 calon pekerja migran Indonesia (CPMI). Dari penyelidikan kepolisian, CPMI tersebut diduga terindikasi menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
"Ada dua kejadian. Yang beberapa waktu lalu 40 dan sekarang 48," ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinsos-P3AP2KB) Kota Malang, Donny Sandito, dikonfirmasi melalui sambungan selular, Selasa (10/6/2025).
Donny menjelaskan, lembaganya berperan dalam penanganan pasca kejadian. Setelah proses operasi dilakukan pihak kepolisian, Dinsos mengambil alih untuk melakukan asesmen dan rehabilitasi dasar kepada para CPMI yang ditempatkan sementara di safe house.
"Proses pengungkapannya dilakukan oleh Polresta. Kami menangani pascanya, mulai dari pendataan, asesmen psikososial, sampai membantu proses pemulangan," kata Donny.
Dari catatan Dinsos, Donny menyampaikan para korban berasal dari berbagai daerah, bukan warga Kota Malang. Namun karena diamankan di wilayah Kota Malang dan safe house tersedia di bawah pengelolaan Dinsos, maka penanganan awal dilakukan oleh instansinya.
"Seingat saya, tidak ada warga Kota Malang di antara mereka. Kami hanya membantu proses asesmen dan fasilitasi safe house, lalu kami bantu koordinasi untuk pemulangannya ke daerah asal mereka," jelasnya.
Dalam proses asesmen, Dinsos menggali kondisi psikososial korban untuk mengetahui apakah ada trauma atau tekanan psikologis akibat pengalaman mereka.
Namun dari hasil asesmen, menurutnya sebagian besar CPMI menyatakan tidak mengalami kekerasan fisik, melainkan hanya merasa tertipu oleh iming-iming pekerjaan di luar negeri.
"Mereka umumnya menyampaikan ingin meningkatkan pendapatan, dan tertarik bekerja ke luar negeri. Namun kemudian menyadari bahwa mereka telah ditipu," ungkap Donny.
Setelah menjalani asesmen, Dinsos melaporkan hasil temuan kepada pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti. Penentuan apakah korban dapat segera dipulangkan atau perlu perlakuan lebih lanjut, menurutnya juga tetap menjadi kewenangan Polresta.
"Dari 48 orang yang terakhir kami tangani, tidak ada yang membutuhkan penanganan lanjutan ke psikolog ataupun Dinsos Provinsi. Rata-rata pulang sendiri atau dijemput keluarganya," tambah Donny.
Ia juga menegaskan, keterlibatan Dinsos dalam kasus ini berdasarkan pertimbangan bahwa sebagian besar korban adalah perempuan. Yang secara kelembagaan menjadi ranah kerja dinasnya dalam upaya perlindungan kelompok rentan.
"Kalau secara fungsional, untuk pekerja migran itu kan sebenarnya ranah Disnaker. Tapi karena ini menyangkut perempuan dan ada indikasi TPPO, serta kami memiliki fasilitas safe house, maka kami ikut menangani," terang Donny.
Koordinasi erat dengan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Malang Kota menjadi kunci dalam penanganan kasus. "Yang jelas, peran kami di sisi perlindungan, asesmen, dan rehabilitasi dasar. Selanjutnya, kami berkoordinasi dengan provinsi jika diperlukan untuk pemulangan lintas wilayah," ucapnya. (*)
Reporter: Santi Wahyu
Editor : Lutfiyu Handi