17 June 2025

Get In Touch

Hambali Tak Diizinkan Kembali ke Indonesia jika Bebas dari Guantanamo

Kolase foto Encep Nurjaman alias Riduan Isamuddin alias Hambali (Indonews)
Kolase foto Encep Nurjaman alias Riduan Isamuddin alias Hambali (Indonews)

SURABAYA (Lentera) -Pemerintah Indonesia menegaskan tidak akan mengizinkan Encep Nurjaman alias Riduan Isamuddin alias Hambali, aktor intelektual di balik serangkaian aksi teror, termasuk Bom Bali 2002, untuk kembali ke Tanah Air jika kelak dibebaskan dari tahanan militer Amerika Serikat di Guantanamo Bay, Kuba.

Alasannya, status kewarganegaraan Hambali tidak jelas.

Saat ditangkap di Thailand pada 14 Agustus 2003, Hambali tidak membawa paspor Indonesia, melainkan menunjukkan dokumen perjalanan dari dua negara asing, yakni Spanyol dan Thailand.

“Jika ada Warga Negara Indonesia (WNI) yang dengan sadar menjadi warga negara lain dan memegang paspor negara lain, maka status kewarganegaraan Indonesianya otomatis gugur sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” kata Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, dalam keterangan resminya.

Indonesia Tak Kenal Dwikewarganegaraan

Yusril menjelaskan, Indonesia menganut prinsip kewarganegaraan tunggal (single citizenship) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam Pasal 23 UU tersebut disebutkan bahwa seseorang dapat kehilangan status WNI jika secara sadar memperoleh kewarganegaraan negara lain.

"Jika seseorang telah menjadi warga negara asing dan tidak ada permohonan resmi untuk kembali menjadi WNI, maka Indonesia tidak dapat mengklaimnya sebagai warga negara kita," tegas Yusril.

Dalam konteks Hambali, hingga saat ini pemerintah Indonesia belum memperoleh dokumen resmi atau data valid yang membuktikan bahwa yang bersangkutan masih memiliki status WNI.

Dengan demikian, kata Yusril, Hambali berpotensi tidak bisa kembali ke Indonesia, bahkan jika kelak dibebaskan oleh otoritas Amerika Serikat. 

“Secara hukum, jika seseorang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan Indonesia, maka status WNI-nya dianggap gugur. Jika nantinya Hambali dibebaskan, kami tidak akan mengizinkan dia kembali masuk ke wilayah Indonesia," ujar Yusril.

Lebih lanjut, Yusril menegaskan bahwa proses hukum terhadap Hambali sepenuhnya berada di bawah kewenangan pemerintah Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia, kata dia, hanya dapat menunggu kejelasan status hukum dan kewarganegaraan Hambali secara resmi.

“Dalam kasus Hambali, situasinya belum terang. Karena itu, posisi pemerintah Indonesia masih menunggu kejelasan status dan dokumen resminya,” ucap Yusril, dikutip dari Kompas, Minggu (15/6/2025).

Dulu Pernah Ada Wacana Pemulangan

Pernyataan tegas pemerintah saat ini sedikit berbeda dibandingkan awal tahun 2025, ketika sempat muncul wacana pemulangan Hambali ke Indonesia.

Saat itu, Yusril menyatakan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab terhadap setiap warga negara yang sedang menghadapi proses hukum di luar negeri.

“Kita juga concern dengan seorang WNI yang mungkin saya masih ingat namanya, Hambali, yang terlibat dalam kasus bom Bali tahun 2002,” kata Yusril di Jakarta, pada 17 Januari 2025.

Namun, saat itu Yusril juga menekankan bahwa belum ada keputusan final dari pemerintah.

“Jadi jangan dianggap bahwa kita sudah mengambil keputusan untuk minta dia kembali, belum sampai ke tingkat itu," kata dia, pada 21 Januari 2025.

Beberapa waktu kemudian, Yusril kembali menyatakan bahwa rencana pemulangan Hambali masih terlalu dini untuk dibicarakan, mengingat proses peradilan di Amerika Serikat belum dimulai.

“Untuk bicara mengenai pemulangan, saya kira masih terlalu jauh ya. Karena proses peradilannya pun baru akan dimulai oleh pihak Amerika Serikat," ucapnya pada 25 Februari 2025.

Jejak Teror Hambali

Hambali lahir di Cianjur, Jawa Barat, pada 4 April 1964. Ia dikenal sebagai tokoh sentral jaringan teroris Jemaah Islamiyah (JI) dan menjadi penghubung organisasi tersebut dengan Al Qaeda di Asia Tenggara.

Namanya mencuat setelah diduga menjadi aktor intelektual di balik sejumlah serangan teror besar, termasuk:

- Bom Bali 2002, yang menewaskan 202 orang, mayoritas wisatawan asing, dan melukai lebih dari 200 lainnya.

- Bom malam Natal tahun 2000, yang mengguncang tujuh kota di Indonesia dan menewaskan belasan orang.

- Bom depan rumah Duta Besar Filipina (1 Agustus 2000), menewaskan dua orang dan melukai 21 lainnya.

- Bom Atrium Senen tahun 2001, melukai tujuh orang.

- Serangan terhadap Kedutaan Besar Australia tahun 2004, yang menewaskan 10 orang.

- Bom Bali kedua tahun 2005, menewaskan 20 orang.

- Ledakan Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton tahun 2009, menewaskan sembilan orang.

Hambali ditangkap dalam operasi gabungan antara CIA dan aparat keamanan Thailand di Ayutthaya pada 14 Agustus 2003. Ia kemudian ditahan di sejumlah penjara rahasia CIA sebelum akhirnya dipindahkan ke penjara militer Guantanamo Bay, Kuba, pada September 2006.

Hingga kini, Hambali masih menjalani proses hukum di Amerika Serikat dan belum ada kepastian kapan ia akan dibebaskan (*)

Editor: Arifin BH

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.