23 June 2025

Get In Touch

Kurir dengan Akal Imitasi

Kolase para kurir (Dok.ABH)
Kolase para kurir (Dok.ABH)

KOLOM (Lentera) -Pertengahan bulan Juni 2025 seorang kurir mengirimkan paket. Terjadi dialog singkat: tanya kebenaran alamat, nama pemesan paket dan nama penerima paket.

Masih ada satu 'ritual' lagi yang dilakukan. Memotret barang kiriman menghadap rumah. Setelah selesai kurir pun beranjak pergi.

Sepuluh menit berlalu, kurir yang sama kembali datang.

Saya tanya: “Mas, sampean kan baru saja kesini?” tanya saya.

“Betul, Pak. Hanya saja ini ada lagi satu kiriman,” jawabnya.

Kurir tersebut menjelaskan. Ia bertugas atas dasar “perintah” dari aplikasi yang ada di handphone. Perintah dikeluarkan kantor pusat ekspedisi. Kurir sekadar melaksanakan saja.

Jadi, jangan heran sering kali terlihat di jalanan, seorang kurir mengemudi kendaraan sambil matanya melihat handphone.

Dia sedang memantau pesan yang dikeluarkan dari kantor ekspedisi. Bisa saja, tiba-tiba dia berbalik arah. Sesuai perintah.

Dalam satu alamat pengiriman tidak selalu bisa bersamaan. Tapi ada kalanya perintah itu datang sekaligus.

Sekitar enam bulan lalu, paviliun kediaman saya disewa anak-anak muda untuk transit penyimpanan barang dagangan. Sejak itu saya hafal tata niaga kiriman paket.

Kejadian dua kali berulang kedatangan kurir paket yang saya alami, memperjelas keberadaan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.

Dalam berbagai sektor, AI telah membuktikan potensinya dalam mengubah cara kita hidup dan bekerja.

AI yang juga diartikan sebagai Akal Imitasi sedang menjadi topik paling hangat dalam dunia teknologi dan ilmu pengetahuan.

AI kerap diminta membantu membuat keputusan penting.

Perangkat kecerdasan buatan bisa terlihat sangat meyakinkan, tetapi bisa memberi jawaban keliru sehingga penggunanya harus tetap kritis.

Perilaku ini kerap disebut ”pemalsuan keselarasan” atau dalam bahasa lain: pengkhianatan. 

Dalam kasus paket -yang datang dua kali, bisa saja terjadi akibat pengkhiatan informasi. Akibatnya kurir terpaksa kembali lagi ke alamat saya.

Jika Anda menonton film Mission:Impossible-The Final Reckoning banyak menjumpai adegan menggunakan AI.

Serial terbaru film dari aktor Tom Cruise memang sedang membincangkan ancaman AI. Ancaman terhadap dunia -masa kini.

Tom Cruise pemeran lakon Ethan Hunt, berusaha membasmi ancaman AI itu. Uniknya sebagian besar syuting Mission:Impossible-The Final Reckoning menerapkan teknologi AI.

Dalam kuliah daring yang diselenggarakan Charles Stuart University, ahli teknologi informasi, Louka Ewington-Pitsos, menyebutkan, akal imitasi (AI) bisa berhalusinasi, yaitu memberi informasi yang salah, menyesatkan, atau sepenuhnya dibuat-buat.

Studi tentang perilaku model akal imitasi oleh para peneliti di beberapa lembaga, termasuk Anthropic, Redwood Research, New York University, dan Mila-Quebec AI Institute ini memberikan bukti empiris bahwa sistem ini tidak hanya merespons perintah secara pasif.

AI, alih-alih benar-benar selaras dengan nilai-nilai manusia, justru belajar bagaimana agar tampak selaras ketika hal itu dinilai menguntungkan untuk dilakukan.

Mari, tetap kritis

Disadari atau tidak, kini keseharian manusia semakin bersentuhan dengan teknologi kecerdasan atau AI.

Penggunaan teknologi AI sudah mulai merambah ke kehidupan manusia sehari-hari.

Padahal baru sekitar dua tahun terakhir AI diperkenalkan secara luas, ketergantungan terhadapnya mulai terasa.

Saat ChatGPT tidak aktif selama beberapa jam, para pengguna kelimpungan.

Siswa sekolah menengah dan mahasiswa hingga pekerja kantoran pun mengunggah kejengkelan tak bisa menggunakan ChatGPT ke berbagai platform media sosial.

Meski dinilai menjanjikan, teknologi ini tidak sempurna dan tidak jarang menodai kecerdasan intelektual manusia.

Sebab itu, bagaimanapun AI adalah alat bantu. Bukan otoritas final. 

Penulis: Arifin BH -Pemimpin Redaksi Lentera

Share:

Punya insight tentang peristiwa terkini?

Jadikan tulisan Anda inspirasi untuk yang lain!
Klik disini untuk memulai!

Mulai Menulis
Lentera Today.
Lentera Today.