
SURABAYA (Lentera) – Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair), Lalu Ary Kurniawan Hardi membuktikan mimpi akademiknya, melanjutkan pendidikan di universitas ternama dua benua bisa dicapai asalkan mau berjuang.
Usai meraih gelar magister di Polandia, kini ia bersiap menempuh studi doktoral di Amerika Serikat dengan beasiswa Fulbright. Ary bercerita, setelah lulus S2 dari Polandia pada Januari 2024, ia mengaku sempat berada di fase bimbang.
“Setelah lulus, saya sempat bingung. Mau langsung kerja atau lanjut S3, saya belum yakin,” ucapnya, Jumat (27/6/2025).
Di tengah kebimbangan itu, ia justru memilih untuk mencoba dua hal sekaligus. Pertama mendaftar menjadi dosen di Unair dan mendaftar beasiswa untuk studi doktoral. Siapa sangka, dua-duanya diterima. Ia resmi menjadi dosen muda di FISIP Unair, sekaligus mengantongi tiket beasiswa Fulbright ke Amerika.
Ia mengaku, jika tak mudah untuk lolos beasiswa Fulbright. Ary harus menyiapkan banyak dokumen mulai dari personal statement, study objective, hingga skor TOEFL. Selain itu, ia juga mengikuti seleksi administratif dan wawancara yang cukup panjang.
“Dari lima kampus yang saya daftar, tiga menolak. Tapi alhamdulillah, dua kampus menerima, salah satunya Northern Illinois University. Saya pilih itu untuk studi doktoral Ilmu Politik,” ceritanya
Tak hanya itu, tantangan lainnya juga datang dari The Graduate Record Examinations (GRE), tes akademik setara ujian masuk perguruan tinggi tapi dengan tingkat kesulitan tinggi.
“Sebagai anak Ilmu Politik, saya jarang banget ketemu hitungan matematis. Mau nggak mau, saya harus belajar lagi dari nol,” tambahnya.
Cita-cita Ary sudah terbentuk sejak masih duduk di bangku S1. Dirinya berkeinginan menjadi scientist di bidang Ilmu Politik. Baginya, ilmu sosial tidak bisa dipahami hanya dari permukaan. Diperlukan studi mendalam yang menyentuh realitas sosial yang kompleks.
“Kalau mau jadi akademisi yang kuat di ilmu sosial, memang harus kuliah lebih jauh. Saya ingin bisa memberi kontribusi yang nyata lewat riset dan pemikiran,” ungkapnya.
Ia memilih Amerika Serikat karena ingin mendapatkan perspektif baru. “Saya sudah pernah studi di Eropa, jadi ingin coba merasakan ekosistem akademik Amerika. Dua-duanya pusatnya ilmu politik dunia,” tuturnya.
Tak lupa, Ary memberikan pesan bagi mahasiswa dan rekan-rekan dosen muda memilih beasiswa sesuai dengan tujuan hidup.
“Setiap beasiswa itu punya karakter masing-masing. Jangan asal daftar. Pilih yang sejalan dengan nilai-nilai pribadi dan tujuan karier. Misalnya Fulbright, punya nilai yang sejalan dengan semangat internasionalisasi Unair," tutupnya.
Reporter: Amanah/Editor: Ais