02 July 2025

Get In Touch

Pemilu Digelar Terpisah, Arif Fathoni: Momen Pembenahan Sistem Demokrasi ke Depan

Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Arif Fathoni. (Amanah/Lentera)
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Arif Fathoni. (Amanah/Lentera)

SURABAYA (Lentera)– Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Arif Fathoni menyambut baik putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memerintahkan pemilu nasional dan daerah digelar terpisah.

Putusan ini menjadi sinyal penting untuk memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu daerah, sekaligus membuka ruang pembenahan sistem demokrasi Indonesia ke depan.

"Putusan Mahkamah Konstitusi ini adalah koreksi atas pelaksanaan pemilu serentak 2024 yang terbukti melelahkan dan menimbulkan banyak kegaduhan politik. MK menilai dampaknya lebih banyak mudarat dibanding manfaat bagi perkembangan demokrasi kita," kata Fathoni ketika ditemui Lentera di ruangannya, Senin (30/6/2025).

Politisi dari Fraksi Golkar ini menilai, ke depan, pemisahan antara pemilu nasional (Pilpres dan Pileg) dengan pemilu daerah (Pilkada) akan memudahkan rakyat dalam memberikan hak suaranya, sekaligus memungkinkan penyelenggaraan pesta demokrasi yang lebih fokus dan berkualitas.

Fathoni juga mendorong pemerintah untuk segera merespons putusan MK dengan kebijakan teknis yang tegas dan terukur. “Pemerintah harus segera menerjemahkan putusan ini menjadi dasar pelaksanaan pemilu ke depan, termasuk Pemilu 2029 dan Pilkada 2031,” tegasnya.

Ia menyebut, putusan tersebut sebagai peluang emas bagi partai politik (Parpol) untuk menyiapkan kader terbaiknya, khususnya dalam menghadapi Pilkada 2031. Apalagi setelah MK juga mengoreksi syarat ambang batas pencalonan (presidential threshold) sebesar 20 persen.

“Setiap partai kini punya peluang lebih besar untuk mengusung kadernya sendiri atau berkoalisi. Ini adalah waktu yang tepat bagi Partai Golkar untuk menyiapkan tokoh-tokoh potensial di berbagai daerah agar bisa memberikan efek ekor jas terhadap kenaikan suara dan kursi di DPRD,” jelasnya.

Menurutnya, selama ini efek elektoral (coattail effect) lebih banyak dinikmati oleh partai yang mencalonkan presiden. Dengan perubahan ini, ia berharap dinamika politik daerah akan menjadi lebih hidup dan kompetitif, serta berdampak positif pada peningkatan kualitas pelayanan publik.

Terkait wacana perpanjangan masa jabatan DPRD hingga dua tahun akibat penyesuaian jadwal Pilkada, Fathoni menolak jika fungsi legislatif diserahkan kepada kepala daerah. “DPRD itu mandat rakyat, sama seperti kepala daerah. Jangan sampai peran DPRD diambil alih karena itu mencederai demokrasi,” ungkapnya. 

Terakhir, Fathoni menyatakan Partai Golkar mendukung penuh putusan MK yang bersifat final dan mengikat tersebut. 

“Kami mengapresiasi langkah sembilan hakim konstitusi yang telah menyempurnakan sistem demokrasi kita. Golkar akan menjadikan ini sebagai instrumen pembenahan internal, bukan terjebak dalam polemik,” pungkasnya.

Sebelumnya, MK telah memutuskan bahwa pemilu nasional yang mencakup pemilihan DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden harus dipisahkan dari pemilu daerah, yang meliputi DPRD provinsi/kabupaten/kota dan pemilihan kepala daerah. Kedua jenis pemilu ini wajib digelar dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua setengah tahun.

Dengan putusan ini, skema pemilu serentak lima kotak yang selama ini digunakan tidak akan lagi berlaku pada Pemilu 2029. MK menilai pemisahan tersebut penting untuk menciptakan pemilu yang lebih berkualitas dan memberi kemudahan bagi pemilih dalam menyalurkan hak suaranya sebagai wujud kedaulatan rakyat.

Reporter: Amanah|Editor: Arifin BH

 

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.