
WASHINGTON ( Lentera)-Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengancam akan memberlakukan tarif baru untuk Jepang. Sementara itu, penasihat ekonomi utamanya menyatakan Gedung Putih berupaya menuntaskan kesepakatan dagang dengan mitra-mitra utamanya setelah libur Hari Kemerdekaan AS pada 4 Juli.
Ancaman terbaru Trump kepada Tokyo pada Senin (30/6/2025) muncul hanya sekitar sepekan sebelum tenggat 9 Juli, ketika tarif yang lebih tinggi direncanakan kembali berlaku untuk puluhan mitra dagang AS, termasuk Jepang. Trump menuding Jepang enggan menerima ekspor beras dari AS.
“Mereka tidak mau menerima BERAS kita, padahal mereka mengalami kekurangan beras yang besar,” tulis Trump di media sosial dikutip Selasa (1/7/2025) “Singkatnya, kita akan mengirimkan surat pada mereka, dan kita senang telah lama menjalin hubungan dagang dengan mereka.”
Selama berminggu-minggu, Trump berusaha menekan mitra dagangnya menjelang tenggat, dengan ancaman memutus pembicaraan dan langsung menetapkan tarif melalui surat jika dinilai tidak kooperatif.
Trump sebelumnya menangguhkan tarif per negara sejak April untuk memberi ruang bagi negosiasi. Namun hingga kini, baru dua kerangka kesepakatan yang diumumkan, yakni dengan China dan Inggris.
Sementara itu, Direktur Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih Kevin Hassett mengisyaratkan pada Senin bahwa sejumlah kesepakatan akan diumumkan setelah libur 4 Juli. Ia menyebut perhatian utama pemerintah saat ini adalah meloloskan rancangan undang-undang pajak dan belanja besar Trump di Kongres sebelum liburan.
“Mungkin orang-orang akan beristirahat satu-dua jam untuk menonton kembang api di Hari Kemerdekaan, lalu kita kembali bekerja untuk mulai mengumumkan kerangka kesepakatan,” kata Hassett di Fox Business. “Kami berharap bertemu presiden untuk menjelaskan kerangka yang telah dinegosiasikan dan menunggu persetujuannya.”
Meski ada ancaman terbaru, Hassett menyebut pembicaraan AS-Jepang akan terus berjalan.
“Belum ada yang berakhir. Saya tahu apa yang baru dia tulis, tapi pembicaraan akan tetap berlangsung hingga akhir,” ujarnya kepada wartawan.
Ancaman Trump memutus pembicaraan kadang berhasil membuat mitra dagang mundur dari kebijakan yang membuatnya gusar, sehingga pembicaraan pun berlanjut. Misalnya, Jumat lalu Trump menyatakan menghentikan semua pembicaraan dagang dengan Kanada sebagai balasan atas pajak layanan digital mereka. Namun setelah Kanada menarik pajak itu, Hassett menyebut Senin bahwa pembicaraan dengan Kanada mengalami “banyak kemajuan.”
Jepang merupakan salah satu mitra dagang terbesar AS, dan masuk kategori negara yang menurut pejabat pemerintahan Trump layak dijajaki kesepakatan, bukan sekadar dikenakan tarif.
Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick pekan lalu mengatakan pemerintah berencana menuntaskan kesepakatan dagang dengan sekitar 10 mitra utama, sementara sisanya akan diberi surat pemberitahuan tarif.
Namun, AS dan Jepang masih belum sepakat terkait persoalan tarif dan hambatan dagang yang telah dinegosiasikan berbulan-bulan. Jepang mendesak pembebasan dari tarif 25% untuk otomotif yang dinilai menghantam industri vital mereka. Namun Trump menolak, dengan alasan Jepang tidak banyak mengimpor mobil buatan AS. Jepang juga menghadapi tarif 24% untuk seluruh ekspor ke AS, yang diturunkan sementara ke 10% selama masa negosiasi.
Sebelumnya, Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt menyebut AS hampir mencapai kesepakatan dengan India dan beberapa negara lain menjelang tenggat pemberlakuan kembali tarif tinggi yang ditunda 90 hari sejak April.
“Presiden akan menetapkan tarif untuk banyak negara ini jika mereka tidak mau bernegosiasi dengan itikad baik, dan minggu ini ia akan bertemu tim perdagangannya untuk membahas hal itu,” kata Leavitt.
Dalam beberapa pekan terakhir, menjelang tenggat, terjadi maraton pertemuan dan panggilan antara pemerintah asing, industri, dan pemerintah AS, dengan berbagai pihak melobi agar produknya dikecualikan dari tarif impor Trump.
Ketika ditanya soal kemungkinan pengecualian tarif untuk produk yang tidak bisa ditanam di AS, seperti kakao dan kopi, Menteri Pertanian AS Brooke Rollins mengatakan, “Segala kemungkinan sedang dipertimbangkan saat ini.”
Untuk “produk tertentu yang tidak bisa kita hasilkan di sini,” lanjut Rollins, “penting untuk memahami sepenuhnya dan punya strategi matang agar harga kebutuhan pokok tetap terjangkau dan pertanian Amerika tetap terjaga.”
Editor: Widyawati/berbagai sumber