Anggota DPRD Jatim Inisiasi Koperasi Berbasis Pendampingan untuk Petani Penggarap di Jombang

SURABAYA (Lentera) — Anggota DPRD Jawa Timur, Wiwin Sumrambah menginisasi koperasi berbasis pendampingan untuk petani penggarap, karena kelompok tani penggarap dan petani kecil kerap kali tidak terdata dalam sistem penyuluhan pertanian, atau kelembagaan formal seperti Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).
“Mereka ini dua kelompok minoritas yang sering tidak terjangkau bantuan pemerintah. Karena tidak masuk dalam sistem atau kelembagaan formal, maka mereka otomatis tidak mendapatkan akses,” ungkap Wiwin, Selasa (1/7/2025).
Untuk itu, Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim itu menyarankan agar petani-petani penggarap ini mulai diarahkan untuk membentuk koperasi berbadan hukum. Menurutnya, koperasi menjadi instrumen strategis karena bisa membuka akses bantuan pemerintah yang selama ini tertutup akibat absennya legalitas dan struktur kelembagaan.
“Ini bukan soal tujuan utamanya mendapat bantuan, tetapi koperasi bisa menjadi alat untuk pendampingan dan kerja sama ekonomi,” ujarnya.
Wiwin menekankan bahwa koperasi yang dimaksud bukanlah koperasi simpan pinjam, melainkan koperasi usaha berbasis pertanian dan agribisnis. Tujuannya adalah menciptakan ruang produksi dan distribusi yang mampu memberikan nilai tambah bagi petani secara kolektif.
“Kita belajar bersama, mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan bersama. Ini spirit yang kita dorong lewat koperasi,” tambahnya.
Lebih lanjut, Wiwin menegaskan pentingnya pendekatan bottom-up dalam pembentukan koperasi. Koperasi, menurutnya, tidak boleh dibentuk berdasarkan instruksi dari atas atau kepentingan pihak luar, melainkan harus muncul dari kebutuhan riil di tingkat bawah.
“Koperasi harus lahir dari bawah, agar benar-benar sesuai dengan kebutuhan mereka. Ini prinsip yang benar dan harus dipegang,” katanya.
Oleh karena itu, Wiwin bersama jaringannya di lapangan telah menjalin kerja sama dengan Dinas Koperasi Provinsi Jawa Timur. Melalui skema sinergi ini, para petani penggarap yang belum memiliki kelembagaan resmi didampingi secara bertahap mulai dari proses pendataan, pembentukan, hingga operasional koperasi.
“Sampai saat ini, sudah terbentuk 18 koperasi. Semua koperasi ini didampingi secara penuh,” jelasnya.
Wiwin tidak menampik bahwa membentuk dan menjalankan koperasi bukan hal yang mudah. Apalagi mayoritas kelompok tani penggarap yang dibidik berasal dari latar belakang ekonomi menengah ke bawah dengan literasi manajerial dan hukum yang terbatas. Oleh karena itu, pendampingan menjadi hal krusial.
“Berkoperasi itu tidak mudah, butuh proses. Karena itu, pendampingan kita lakukan terus-menerus sampai mereka benar-benar bisa mandiri,” tegas Wiwin.
“Kalau kita serius ingin memberantas kemiskinan dan memperkuat fondasi ekonomi desa, kita harus mulai dari mereka. Yang kecil, yang tertinggal, yang tak punya akses. Karena dari sanalah sebenarnya kerja besar kita dimulai,” pungkasnya.
Reporter: Pradhita/Editor: Ais