
WASHINGTON (Lentera)-Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan ingin berdamai dengan Palestina. Namun, Netanyahu juga meminta kedaulatan keamanan harus tetap berada di tangan Israel.
Netanyahu bertemu dengan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih, Senin (7/7/2025) waktu setempat. Dalam kesempatan itu, Trump sempat ditanya oleh wartawan apakah two-state solution masih memungkinkan.
"Saya tidak tahu," kata Trump, yang kemudian melempar pertanyaan itu ke Netanyahu.
"Saya pikir warga Palestina memiliki semua kekuatan untuk memerintah sendiri, tapi tidak ada kekuatan yang dapat mengancam kami. Itu berarti kedaulatan kekuatan, seperti keamanan secara keseluruhan, akan tetap berada di kendali kami," kata Netanyahu, dikutip dari Reuters, Selasa (8/7/2025).
Netanyahu kemudian menyinggung soal banyak orang yang menyebut warga Palestina memiliki negara setelah serangan 7 Oktober 2023. Namun, dia menyebutnya sebagai negara Hamas di Gaza.
"Setelah 7 Oktober, orang-orang mengatakan warga Palestina memiliki negara, negara Hamas di Gaza, dan lihat apa yang mereka lakukan. Mereka tidak membangunnya. Mereka membangun bunker, terowongan teror yang mereka lakukan setelah membunuh penduduk kami, memperkosa perempuan kami, memenggal kepala laki-laki kami, menyerbu kota-kota kami dan melakukan pembantaian yang mengerikan, yang tidak pernah kami lihat sejak Perang Dunia II dan Nazi, Holocaust. Jadi orang-orang tidak berkata, 'Mari kita beri mereka negara lain'. Itu akan jadi platform untuk menghancurkan Israel," kata Netanyahu.
"Kami akan berdamai dengan tetangga Palestina kami, mereka yang tidak ingin menghancurkan kami, dan kami akan berdamai di mana keamanan kami, kedaulatan keamanan kami, tetap berada di kendali kami," katanya lagi.
"Orang-orang akan berkata, 'Ini bukan negara yang lengkap, ini bukan negara, ini bukan ini itu'. Kami tidak peduli. Kami bersumpah tidak akan melakukannya lagi. Tidak akan pernah terjadi lagi. Tidak akan terjadi lagi," lanjutnya.
Palestina telah lama berupaya menciptakan negara merdeka di Tepi Barat yang diduduki, Gaza, dan Yerusalem Timur lewat proses perdamaian yang dimediasi AS.
Banyak yang menuduh Israel menghancurkan prospek kemerdekaan Palestina melalui peningkatan pembangunan pemukiman di Tepi Barat dan dengan meratakan sebagian besar Gaza dalam serangan selama ini. Namun, hal itu dibantah oleh Israel.
Dalam jamuan makan malam, Netanyahu juga kembali menyinggung rencana memindahkan penduduk Gaza ke negara-negara tetangga. Menurutnya, Israel bersama AS tengah bekerja bersama negara-negara lain untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi penduduk Palestina.
"Jika mereka ingin tinggal, mereka dapat tinggal. Tapi jika mereka ingin pergi, mereka harus diperbolehkan pergi," kata Netanyahu.
"Kami bekerja erat dengan AS untuk menemukan negara-negara yang akan berusaha mewujudkan apa yang selalu mereka katakan, bahwa mereka ingin memberikan warga Palestina masa depan yang lebih baik. Saya rasa kami hampir menemukan beberapa negara," tuturnya.
Trump kemudian mengatakan negara-negara di sekitar Israel tengah membantu relokasi warga Palestina di Gaza.
"Kami mendapatkan kerja sama yang hebat dari negara-negara di sekitar, kerja sama yang hebat dari setiap mereka. Jadi hal yang baik akan terjadi," kata Trump.
Sementara itu, pertemuan Trump dan Netanyahu di Gedung Putih diwarnai aksi protes. Ratusan massa yang memakai syal keffiyeh Palestina dan mengibarkan bendera Palestina berkumpul di dekat Gedung Putih, mengibarkan spanduk bertuliskan "Stop Persenjatai Israel" dan "Katakan Tidak untuk Genosida".
Mereka juga menyerukan penangkapan Netanyahu, merujuk pada surat perintah penangkapan yang dikeluarkan Pengadilan Kriminal Internasional atas dugaan kejahatan perang di Gaza.
Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber