16 July 2025

Get In Touch

Beras Oplosan: 212 Merek Sedang Ditangani Bareskrim Polri

Ilustrasi beras oplosan (Kompas)
Ilustrasi beras oplosan (Kompas)

SURABAYA (Lentera) -Wakil Menteri Pertanian Sudaryono mengatakan temuan beras diduga oplosan sedang ditangani kepolisian.

Ada sekitar 212 merek dan perusahaan yang sedang dipanggil ke Bareskrim Polri.

"Lagi ditangani sama kepolisian ada 212 merek dan perusahaan. Sekarang lagi dipanggil ke Bareskrim," kata Sudaryono dalam kunjungan meninjau Koperasi Desa Merah Putih di Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Klaten, Jawa Tengah, Minggu (13/7/2025).

Dia mengatakan akan melibatkan semua pihak untuk melakukan pengawasan agar beras oplosan tidak beredar di masyarakat.

"Pengawasan itu sebetulnya sudah ada Badan Pangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan. Kita akan lebih sering (pengawasan) karena yang dirugikan masyarakat," ungkap dia.

Menurut Sudaryono, produsen yang kedapatan sengaja mengoplos beras akan ditindak tegas.

"Ini jadi momen yang baik kita tindak tegas supaya semua tertib. Kita tidak mau lihat ke belakang, tapi ke depannya mau tertib. Mau (produsen) besar, kecil, siapa melanggar kita tindak semua," katanya.

Diketahui, pengoplosan bahan pangan kembali menyeruak, di mana makanan pokok masyarakat yang menjadi sasaran.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, beras oplosan beredar bahkan sampai di rak supermarket dan minimarket, dikemas seolah-olah premium, tapi kualitas dan kuantitasnya menipu.

Hal ini menjadi sebuah keprihatinan serius di sektor pangan nasional.

Temuan tersebut merupakan hasil investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan yang menunjukkan 212 merek beras terbukti tidak memenuhi standar mutu, mulai dari berat kemasan, komposisi, hingga label mutu.

Beberapa merek tercatat menawarkan kemasan “5 kilogram (kg)” padahal isinya hanya 4,5 kg. Lalu banyak di antaranya mengeklaim beras premium, padahal sebenarnya berkualitas biasa.

Mentan Amran Sulaiman menegaskan, praktik semacam ini menimbulkan kerugian luar biasa hingga Rp 99 triliun per tahun, atau hampir Rp 100 triliun jika dipertahankan.

"Contoh ada volume yang mengatakan 5 kilogram padahal 4,5 kg. Kemudian ada yang 86 persen mengatakan bahwa ini premium, padahal itu adalah beras biasa. Artinya apa? Satu kilo bisa selisih Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kilogram," ujarnya mengutip Kompas, Minggu (13/7/2025).

"Ini kan merugikan masyarakat Indonesia, itu kurang lebih Rp 99 triliun, hampir Rp 100 triliun kira-kira, karena ini terjadi setiap tahun. Katakanlah 10 tahun atau 5 tahun, kalau 10 tahun kan Rp 1.000 triliun, kalau 5 tahun kan Rp 500 triliun, ini kerugian," sambungnya (*)

Editor: Arifin BH

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.