
MADIUN (Lentera) -Sengketa aset tanah dan bangunan bernilai miliaran rupiah kini disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Madiun. Djoko Susanto menggugat Kurniawan (Tergugat I) dan Soehartini (Tergugat II), dengan tuntutan ganti rugi sebesar Rp 23,8 miliar. Gugatan tersebut terdaftar pada 11 April 2025 dan kini memasuki tahap pembuktian.
Selain dua tergugat utama, Djoko turut menggugat lima pihak lainnya, yakni PT Bank Central Asia Tbk (KCU Madiun), Bank Mandiri Cabang Madiun, serta tiga kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di Surabaya, Madiun, dan Ngawi, serta seorang warga bernama Mustakim.
Gugatan ini mencakup lima aset yang tersebar di tiga daerah, Dua bidang tanah di Kelurahan Lidah Kulon, Surabaya, yang telah beralih dari HGB menjadi SHM atas nama Soehartini.
Dua bidang tanah di Desa Karangasri, Kabupaten Ngawi, masing-masing atas nama Kurniawan dan Mustakim. Dan sebuah gudang di Jalan Udowo, Kota Madiun, yang tercatat atas nama Kurniawan.
Dalam petitumnya, penggugat meminta pengadilan menyatakan sah sita jaminan atas seluruh objek sengketa, memerintahkan para tergugat menyerahkan sertifikat, menandatangani akta jual beli, serta menetapkan penggugat berwenang mewakili tergugat dalam proses peralihan hak.
Namun, Tergugat I dan Tergugat II, melalui kuasa hukumnya—Go Chin Tjwan, Maryo Yuvens Imanuel Donda, dan Anthony Lianto—menyatakan keberatan atas tindakan pengosongan rumah yang diduga dilakukan secara sepihak tanpa dasar putusan perdata maupun pidana. Mereka menegaskan, objek yang dikosongkan tidak sama dengan aset yang tercantum dalam putusan pidana yang dijadikan dasar tindakan tersebut.
Go Chin Tjwan, mempertanyakan dasar hukum tindakan pengosongan rumah yang dilakukan terhadap kliennya tanpa melalui proses hukum yang sah. Ia menilai tindakan tersebut cacat hukum karena tidak berdasarkan putusan pengadilan, baik dalam ranah pidana maupun perdata.
“Bagaimana mungkin pengosongan rumah dilakukan tanpa putusan pidana ataupun perdata? Lebih jauh lagi, dilakukan oleh seorang advokat hanya dengan bantuan sekuriti perumahan, tanpa melibatkan jurusita atau kejaksaan,” ujar Go Chin Tjwan usai sidang di Pengadilan Negeri Madiun, Rabu (23/7/2025).
Menurutnya, tidak ada satu pun ketentuan hukum di Indonesia yang memberikan kewenangan kepada advokat untuk mengeksekusi pengosongan rumah secara sepihak.
“Dalam hukum acara dikenal asas: jika tidak diatur atau tidak diberi wewenang oleh hukum, maka tidak diperbolehkan. Sama seperti seorang satpam tidak bisa menangkap, menahan, atau menetapkan seseorang sebagai tersangka. Itu kewenangan kepolisian,” tegasnya.
Go menilai tindakan pengosongan sepihak tersebut berpotensi melanggar hukum dan bertentangan dengan prinsip due process of law yang menjadi fondasi sistem peradilan di Indonesia.
Sidang dijadwalkan berlanjut pekan depan dengan agenda pembuktian lanjutan. Perkara ini menjadi perhatian karena melibatkan nilai gugatan yang besar dan sejumlah lembaga pemerintah sebagai turut tergugat.
Reporter: Wiwiet Eko Prasetyo|Editor: Arifin BH