
JAKARTA (Lentera) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menahan empat tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan izin penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.
“Setelah ditemukan kecukupan bukti dalam proses penyidikan, KPK kembali melakukan penahanan terhadap empat dari total delapan tersangka yang telah ditetapkan pada tanggal 5 Juni 2025,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025).
Keempat tersangka yang baru ditahan berinisial GTW, PCW, JS, dan AE. Mereka merupakan aparatur sipil negara (ASN) aktif di Kementerian Ketenagakerjaan yang diduga terlibat dalam praktik pungutan liar terhadap pemohon izin kerja bagi tenaga kerja asing.
Mereka adalah Gatot Widiartono yang menjabat sebagai Koordinator Bidang Analisis dan PPTKA, Putri Citra Wahyoe sebagai petugas Saluran Siaga dan Verifikator RPTKA, Jamal Shodiqin sebagai Analis Tata Usaha sekaligus Pengantar Kerja Ahli Pertama, serta Alfa Eshad yang menjabat Pengantar Kerja Ahli Muda.
"KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap empat tersangka untuk 20 hari pertama, yakni terhitung sejak tanggal 24 Juli 2025-12 Agustus 2025. Penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Cabang Gedung Merah Putih KPK," katanya.
Sebelumnya, pada 17 Juli lalu, KPK telah lebih dulu menahan empat tersangka lain dalam kasus yang sama, yaitu Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, dan Devi Anggraeni. Penetapan kedelapan tersangka tersebut telah diumumkan sejak 5 Juni 2025.
Dalam pengusutan kasus ini, KPK mengungkap bahwa para tersangka diduga telah mengumpulkan uang hingga Rp53,7 miliar selama periode 2019 hingga 2024 dari praktik pemerasan terhadap pihak-pihak yang mengurus dokumen RPTKA. Dokumen ini merupakan syarat utama bagi tenaga kerja asing untuk bisa bekerja secara legal di Indonesia. Jika dokumen tersebut tidak segera diterbitkan, pemohon akan dikenai denda harian hingga Rp1 juta.
Kondisi ini dimanfaatkan oleh para tersangka untuk meminta sejumlah uang dengan imbalan percepatan proses perizinan.
KPK juga menyebut bahwa indikasi praktik semacam ini sudah berlangsung sejak era kepemimpinan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Abdul Muhaimin Iskandar (2009–2014), dan berlanjut pada masa Hanif Dhakiri (2014–2019), serta Ida Fauziyah (2019–2024).
Asep mengatakan para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Editor:Widyawati/berbagai sumber