
SURABAYA (Lentera) - Berawal dari peristiwa Big Bang sekitar 13,8 miliar tahun silam, alam semesta terus menjadi objek studi mendalam bagi manusia. Sejak kemunculannya, upaya untuk mengurai lintasan evolusi kosmos dan tujuan akhirnya telah dilakukan secara berkelanjutan. Kendati demikian, mekanisme yang akan mengakhiri keberadaan semesta masih menjadi pertanyaan besar yang belum terpecahkan.
Sebuah studi terbaru memunculkan kemungkinan mengejutkan yang menyebut bahwa alam semesta bisa saja tamat dalam waktu sekitar 33 miliar tahun lagi. Jauh lebih cepat dari perkirakan sebelumnya.
Semua bermuara pada satu komponen misterius di alam semesta disebut energi gelap. Zat hipotetis ini diyakini mendorong perluasan alam semesta yang semakin cepat. Namun, zat ini bisa membuat masa depan semesta sangat berbeda.
Jika energi gelap memang konstan seperti dugaan saat ini, maka semesta akan terus mengembang hingga akhirnya mendingin dan mengalami apa yang disebut sebagai kematian panas. Dalam skenario ini, alam semesta akan bertahan sangat lama, meski tetap tak abadi.
Namun, bagaimana jika semesta berhenti mengembang? Bagaimana jika justru berbalik arah dan runtuh? Skenario ini dikenal dengan istilah Big Crunch, ketika seluruh materi semesta saling tarik dan menyatu kembali seperti kondisi awal.
Gagasan tentang Big Crunch sebenarnya bukan hal baru. Namun, banyak ilmuwan menilai skenario ini makin kecil kemungkinannya. Awalnya, Big Crunch digambarkan terjadi setelah ekspansi semesta melambat secara bertahap hingga akhirnya terhenti dan berbalik. Namun kini, kita tahu bahwa ruang semesta justru dipenuhi oleh energi gelap yang berperan seperti “konstanta kosmologis”, yang semakin mempercepat ekspansi ruang.
Semakin luas ruang waktu, semakin banyak energi gelap yang terkandung. Artinya, semesta terus mengembang tanpa melambat. Meski sebagian besar pengamatan mendukung teori energi gelap yang konstan, ada indikasi bahwa energi gelap bisa berubah seiring waktu. Jika ini benar, maka masa depan semesta bisa sangat berbeda dari yang kita bayangkan.
Dilansir IFL Science, studi terbaru yang terbit di arXiv dan belum ditinjau oleh rekan sejawat (peer review), menawarkan model baru. Dalam model ini, energi gelap terdiri dari dua bagian, satu bagian seperti konstanta kosmologis, dan satu lagi berupa energi dari partikel hipotetis bernama axion, yang juga diyakini menjadi bagian dari materi gelap.
Yang menarik, dalam model ini, konstanta kosmologis bernilai negatif. Artinya, meski saat ini semesta sedang mengembang cepat, arah ekspansinya akan berbalik suatu hari nanti.
Jika model ini benar, maka semesta akan runtuh dalam waktu 33,3 miliar tahun ke depan. Jadi, masih sangat jauh dari sekarang, bahkan kita belum mencapai titik tengah dari skenario ini.
Namun, Big Crunch bukan satu-satunya akhir yang mungkin terjadi. Ada juga skenario Big Rip, di mana energi gelap lebih kuat dari dugaan, hingga merobek ruang-waktu itu sendiri. Lalu ada Big Bounce, yang membayangkan alam semesta mengalami siklus tanpa akhir: mengembang, runtuh, lalu mengembang lagi. Yang paling ekstrem adalah false vacuum decay, sebuah fenomena kuantum yang bisa menghancurkan semesta tanpa tanda-tanda sebelumnya.
Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber