Pemkot dan DPRD Surabaya Sepakati KUA-PPAS 2025, Wali Kota Singgung Pinjaman Rp452 Miliar

SURABAYA (Lentera)— Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bersama DPRD Surabaya menandatangani nota kesepakatan Perubahan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Perubahan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) untuk APBD Tahun Anggaran 2025.
Penandatanganan dilakukan dalam rapat paripurna di Gedung DPRD Surabaya, Selasa (5/8/2025), oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dan jajaran pimpinan DPRD.
Eri mengatakan kesepakatan ini menjadi landasan penting dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan APBD 2025. Menurutnya, sinergi antara legislatif dan eksekutif dilakukan semata-mata untuk kepentingan warga Kota Pahlawan.
“Alhamdulillah hari ini sudah ada kesepakatan terhadap KUA-PPAS. Setelah ini akan dibahas lebih lanjut terkait perubahan anggaran keuangan. Kolaborasi ini sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat, tidak ada kepentingan lain,” kata Eri usai paripurna.
Eri menjelaskan, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Surabaya sangat dipengaruhi oleh empat faktor: daya beli, investasi, belanja pemerintah, dan ekspor-impor.
Saat ini, tiga dari empat faktor tersebut tengah mengalami penurunan. Maka, belanja pemerintah menjadi satu-satunya faktor yang dapat digerakkan secara maksimal sebagai motor pemulihan ekonomi.
“Ketika daya beli, investasi, dan ekspor-impor menurun, maka belanja pemerintah harus didorong untuk menciptakan pergerakan ekonomi. Itu sebabnya infrastruktur menjadi prioritas, karena efek domino yang ditimbulkan sangat besar,” jelasnya.
Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, Pemkot Surabaya mengajukan skema pinjaman daerah senilai Rp452 miliar. Dana tersebut akan digunakan untuk menangani sejumlah proyek strategis, termasuk pengendalian banjir, perbaikan jalan, dan Penerangan Jalan Umum (PJU).
Bahkan langkah ini sudah melalui kajian hukum dan mendapat persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri.
“Kami tidak ingin belanja infrastruktur tertunda hanya karena keterbatasan fiskal. Pinjaman ini legal dan mendapat dukungan pusat. Pemerintah daerah lain pun banyak yang menerapkan strategi serupa. Bahkan nilai pinjaman kita tergolong lebih kecil dibanding mereka,” ungkapnya.
Ia juga menekankan seluruh proyek hasil pinjaman akan diselesaikan dalam masa jabatannya, agar tidak menjadi beban pemerintahan selanjutnya.
“Kita pastikan semua proyek selesai di periode ini. Kami tidak ingin meninggalkan utang kebijakan untuk pemimpin berikutnya,” tegasnya.
Eri menyebut bahwa kebutuhan anggaran untuk menyelesaikan seluruh persoalan infrastruktur di Surabaya mencapai Rp20 triliun. Sementara itu, dari total target APBD 2025 sebesar Rp12,3 triliun, hanya tersisa Rp1,7 triliun setelah dikurangi belanja wajib seperti pendidikan, kesehatan, Rutilahu, dan beasiswa.
“Kalau tidak ada intervensi, penyelesaian infrastruktur bisa makan waktu hingga 20 tahun. Dan jelas, nilai proyek akan terus meningkat. Maka perlu ada keberanian untuk mencari solusi cepat dan berdampak besar,” tutupnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Laila Mufidah, mengapresiasi kelancaran jalannya paripurna dan menyatakan dukungan DPRD terhadap program-program Pemerintah Kota Surabaya.
“Alhamdulillah, walaupun sempat beberapa kali tertunda, hari ini paripurna kesepakatan bisa terlaksana dengan lancar dan DPRD menyetujuinya,” kata Laila.
Terkait rencana Pemkot Surabaya untuk mengajukan pinjaman dana, Laila menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam pengelolaan utang. Ia berharap Pemkot tidak hanya fokus pada percepatan pembangunan, tetapi juga memperhatikan aspek keuangan jangka panjang.
“Kami berharap program-program Pemkot bisa berjalan lancar, tetapi juga perlu kehati-hatian, seperti yang tadi disampaikan Pak Wali. Salah satunya dalam hal pinjaman daerah, yang harus dipertimbangkan secara matang,” jelasnya.
Politisi PKB ini juga menyoroti soal tingkat suku bunga pinjaman yang diajukan. Ia meminta agar Pemkot Surabaya melakukan negosiasi ulang dengan pihak perbankan, terutama karena posisi Pemkot sebagai mitra strategis Bank Jatim.
“Bunga pinjaman sebesar 6 persen itu cukup tinggi, setara dengan bunga nasabah umum. Padahal Pemkot adalah rekanan dan dananya juga disimpan di Bank Jatim. Maka kami mendorong agar dilakukan negosiasi kembali agar bunganya bisa diturunkan,” tegasnya.
Selain itu, DPRD Surabaya juga meminta transparansi dalam bentuk dokumen resmi terkait perjanjian pinjaman, termasuk berita acara dan rincian pembayaran cicilan.
“Nanti kami juga akan minta berita acara perjanjian pinjaman secara lengkap. Rinciannya seperti apa, harus jelas, karena ini menyangkut anggaran dan kepentingan publik,” pungkasnya.
Reporter: Amanah|Editor: Arifin BH