
JAKARTA (Lentera) -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru menggelar dua kali Operasi Tangkap Tangan (OTT) selama enam bulan terakhir.
Data tersebut diungkapkan Pimpinan KPK dalam konferensi pers Laporan Kinerja Semester I 2025 di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (5/8/2025).
“Sepanjang Semester I juga telah melakukan dua kegiatan operasi tangkap tangan dan teman-teman sudah mengikuti semua ya, mohon maaf baru dua (OTT),” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto.
Kedua OTT yang dilakukan sepanjang enam bulan terakhir yaitu, pertama, kasus suap proyek pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, pada 16 Maret 2025.
Kedua, kasus suap proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara dan preservasi jalan pada Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 Sumatera Utara pada 28 Juni 2025.
Kemudian pada Kamis (7/8/2025), KPK kembali melakukan operasi senyap di Sulawesi Tenggara.
Dalam OTT tersebut, KPK menangkap Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis. KPK mengatakan, OTT tersebut berkaitan dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) pembangunan rumah sakit.
Kenapa OTT KPK menurun?
Menurut Fitroh, para koruptor kini lebih pintar dalam melaksanakan aksinya. Dia menduga para koruptor kini sudah bisa mengakali agar aksinya tidak tertangkap dalam sistem penyadapan di KPK.
“Yang pasti penjahatnya lebih pintar. Artinya apa, bisa jadi kemudian komunikasi yang dilakukan orang-orang yang berencana melakukan tindak pidana korupsi itu tidak dilakukan dengan media-media yang bisa dilakukan penyadapan,” kata Fitroh.
Fitroh mengatakan, hal tersebut memang menjadi kendala KPK dalam melaksanakan operasi senyap. Meski demikian, KPK terus melakukan upaya lain untuk menangkap koruptor.
“Jadi itu memang kendala, tapi tentu ada upaya lain, tidak harus kemudian mengandalkan penyadapan. Kendala itulah yang kemudian untuk Semester I ini baru dua (OTT),” ujarnya,mengutip Kompas.
Kinerja menurun drastis
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada atau Pukat UGM, Zaenur Rohman, mengatakan, OTT adalah metode penting dalam mengungkap kasus korupsi.
Dia mengatakan, KPK selama ini dikenal dengan kegiatan OTT, sehingga dua kali OTT selama enam bulan terakhir menunjukkan bahwa kinerja lembaga antirasuah menurun.
“Kalau baru dua OTT dalam Semester I ini menunjukkan memang kinerja KPK di bidang OTT sangat rendah,” kata Zaenur mengutip Kompas, Jumat (8/8/2025).
Zaenur mengatakan, eksistensi KPK mengalami pergeseran saat publik tertuju terhadap kasus dugaan korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Dia juga mengatakan kinerja KPK menurun sejak DPR dan Pemerintah melakukan revisi UU KPK.
“KPK memiliki tantangan terbesar seperti tingkat kepercayaan publik, kekuatan internal KPK mengalami situasi yang tidak mudah pasca TWK, penyidik banyak dibuang, banyak pelanggaran di internal, pelanggaran etik, sehingga memang cara bagi KPK keluar dari tantangan ini menunjukkan mereka memperbaiki diri dengan kinerja yang baik,” ujarnya.
Secara terpisah, eks Penyidik KPK Yudi Purnomo mengatakan, tren tindak pidana korupsi memang semakin canggih sehingga harus diiringi dengan pembaruan teknologi dan Sumber Daya Manusia (SDM).
“Memang kita tahu bahwa selain tren tindak pidana korupsi yang semakin canggih ini tidak diiringi pembaruan teknologi dan peningkatan SDM,” kata Yudi saat dihubungi, Jumat.
Yudi berharap OTT yang dilakukan lembaga antirasuah kembali meningkat dengan perbaikan yang terus dilakukan oleh Pimpinan KPK yang baru.
Dia mengatakan, OTT terbaru yang dilakukan KPK di Sulawesi Tenggara akan menjadi semangat bagi lembaga antirasuah.
“Maka adanya OTT terbaru di Sultra menambah keyakinan bahwa KPK trennya menuju positif, apalagi kita tahu pasca amnesti Hasto, KPK sudah move on dengan memanggil dua orang Menteri era Jokowi,” ujarnya (*)
Editor: Arifin BH