
GAZA (Lentera) - Satu juta perempuan dan anak perempuan menghadapi kelaparan massal, kekerasan, dan pelecehan di Gaza, demikian disampaikan Badan Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Kawasan Timur Tengah (UNRWA) pada, Sabtu (16/8/2025) di platform media sosial X mengutip Antara, Minggu (17/8/2025).
"Kelaparan menyebar dengan cepat di Gaza. Perempuan dan anak perempuan terpaksa mengambil strategi bertahan hidup yang semakin berbahaya, seperti keluar mencari makanan dan air dengan risiko yang sangat tinggi untuk kehilangan nyawa," kata UNRWA.
Pihak UNRWA mendesak agar blokade Israel di Gaza yang dihuni lebih dari 2 juta orang, dicabut dan bantuan kemanusiaan disalurkan secara besar-besaran.
Pada Kamis (14/8/2025), 108 organisasi nonpemerintah (non-governmental organization/NGO) mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama, bahwa sejak 2 Maret, mayoritas NGO internasional besar tidak dapat mengirimkan satu truk pun yang berisi pasokan penyelamat nyawa akibat pembatasan Israel terhadap bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza.
Pada Juli saja, lebih dari 60 permohonan dari puluhan NGO ditolak Israel dengan alasan bahwa mereka tidak berwenang untuk mengirim bantuan.
Pernyataan tersebut muncul saat otoritas kesehatan di Gaza pada, Sabtu (16/8/2025) melaporkan tambahan 11 kematian, termasuk seorang anak, akibat kelaparan dan malanutrisi dalam 24 jam terakhir, sehingga total kematian akibat kelaparan mencapai 251, termasuk 108 anak.
Jumlah total korban tewas akibat serangan Israel sejak Oktober 2023 telah melampaui 61.800 orang, dengan lebih dari 155.000 orang terluka, menurut otoritas kesehatan.
Pada Jumat (15/8/2025), Kantor Hak Asasi Manusia PBB menyatakan bahwa antara 27 Mei hingga 13 Agustus, setidaknya 1.760 warga Palestina dilaporkan tewas saat mencari bantuan di Gaza. Dari jumlah tersebut, 994 orang tewas di sekitar lokasi-lokasi militerisasi non-PBB, dan 766 lainnya tewas di sepanjang rute konvoi bantuan.
Editor: Arief Sukaputra