
TAIPEI (Lentera) - Perseteruan menyeruak antara Jerman dan China. Itu dimulai saat Menlu Jerman Johann Wadephul menyebut China semakin agresif di kawasan Asia-Pasifik.
Komentar Wadephul ketika melawat ke Jepang pada Senin (18/8/2025) memicu reaksi keras Beijing. Apalagi pernyataan Wadephul ditujukan pada tindakan China di Selat Taiwan dan Laut China Selatan (LCS).
“Setiap peningkatan di pusat perdagangan internasional yang sensitif ini akan berdampak serius terhadap keamanan global dan perekonomian dunia,” kata Wadephul seperti dikutip dari AFP.
“Perilaku agresif China yang semakin meningkat di Selat Taiwan dan Laut Cina Timur dan Selatan juga memiliki implikasi bagi kita di Eropa: prinsip-prinsip dasar koeksistensi global kita dipertaruhkan di sini,” jelas dia.
Apa yang dilontarkan oleh Wadephul langsung dibalas jubir Kemlu China Mao Ning pada hari yang sama. Dia mengatakan, situasi di Laut China Selatan dan Laut China Timur masih stabil.
"Kami mendesak pihak-pihak terkait untuk menghormati negara-negara di kawasan, menyelesaikan masalah melalui dialog dan konsultasi, serta menjaga kepentingan bersama berupa perdamaian dan stabilitas, alih-alih memicu konfrontasi dan meningkatkan ketegangan," ujar Mao Ning.
Khususnya untuk Taiwan, Mao Ning menegaskan agar tidak ada pihak lain mencampuri persoalan itu.
China menganggap Taiwan bagian negaranya meski klaim itu ditolak oleh Taipei.
"Persoalan Taiwan adalah urusan internal China,” tegas Mao Ning.
Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber