
MALANG (Lentera) - Pemerintah Kota (Pemkot) Malang mempertimbangkan sejumlah skema untuk mendukung program 3 Juta Rumah yang dicanangkan pemerintah pusat.
Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat mengakui keterbatasan lahan menjadi tantangan utama, dalam merealisasikan target tersebut di wilayah perkotaan.
Menurut Wahyu, dengan semakin sempitnya lahan terbuka di Kota Malang, pemerintah daerah akan menempuh beberapa langkah agar masyarakat tetap mendapatkan akses hunian layak. Salah satunya, pembangunan rumah tidak harus dilakukan di dalam kota.
"Skemanya, dengan keterbatasan lahan, kami tentunya akan meningkatkan aksesibilitas. Tidak harus ada bangunan rumah itu di Kota Malang, karena di sisi lain juga harganya sudah sangat tinggi. Jadi bisa saja di Kabupaten Malang," ujar Wahyu, Selasa (19/8/2025).
Selain itu, menurutnya, Pemkot juga menyiapkan opsi hunian vertikal untuk mengurangi kebutuhan rumah tapak (landed house). Bentuknya bisa berupa rumah susun sederhana sewa (rusunawa) maupun apartemen. Skema ini dipandang lebih sesuai dengan kondisi wilayah perkotaan.
"Kedua, kita bisa dengan (mengurangi) landed house. Jadi bisa nanti menggunakan rusunawa, apartemen, dan lain-lain. Ini memang untuk di kota-kota besar, kota kecil, di kabupaten, itu penanganannya beda-beda. Yang jelas 3 juta rumah ini kami masih konsultasi," katanya.
Lebih lanjut, Wahyu mengungkapkan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) RI, Maruarar Sirait, berencana datang ke Malang. Hal ini karena Malang Raya dinilai sebagai salah satu pusat pertumbuhan kawasan permukiman sehingga pemerintah pusat menaruh perhatian khusus.
Sementara itu, dikutip dari laman mediakeuangan.kemenkeu.go.id, Sekretaris Jenderal Kementerian PKP, Didyk Choirul, menyebutkan kebutuhan rumah di Indonesia masih sangat tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, terdapat sekitar 9 juta backlog masyarakat yang belum memiliki rumah sendiri dan 26 juta backlog rumah tidak layak huni.
"Total 26,9 juta backlog ini yang diselesaikan melalui Program 3 Juta Rumah," kata Didyk, dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan tersebut.
Program 3 Juta Rumah, menurut Didyk, tidak hanya berfokus pada pembangunan baru, tetapi juga mencakup renovasi rumah tidak layak huni. Program ini menyasar berbagai wilayah, baik perkotaan, pedesaan, maupun pesisir.
"Konsepnya adalah dengan renovasi dan pembangunan. Jadi bukan membangun semua, tapi juga dengan renovasi. Itu ada di pedesaan, perkotaan, dan pesisir," jelasnya.
Untuk memastikan keterjangkauan, pemerintah membagi program ke dalam beberapa skema. Rumah susun dan rumah khusus sebagian dibangun menggunakan dana APBN dan APBD.
Sementara rumah subsidi oleh pengembang mendapat fasilitas seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), pembebasan BPHTB, hingga insentif PPN 0 persen.
Selain itu, ada pula rumah swadaya oleh masyarakat yang memanfaatkan fasilitas pemerintah, serta hunian yang dibangun dengan dukungan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan maupun investasi swasta.
Didyk menegaskan, sasaran utama program ini adalah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Standar kelayakan hunian disesuaikan dengan penghasilan serta kebutuhan mereka.
Reporter: Santi Wahyu/Editor: Ais