29 August 2025

Get In Touch

Transformasi Digital Administrasi Pajak: Antara Inovasi dan Tantangan Literasi

Transformasi Digital Administrasi Pajak: Antara Inovasi dan Tantangan Literasi

Oleh: Kartika Java

Digitalisasi administrasi pajak merupakan salah satu langkah penting yang diambil banyak negara untuk memperkuat sistem fiskal. Proses ini diyakini mampu meningkatkan efisiensi, memperluas transparansi, serta mendorong kepatuhan wajib pajak. Di Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan berbagai inovasi, salah satunya implementasi Coretax DJP. Sistem ini dirancang untuk mengintegrasikan perpajakan dengan kepabeanan serta menyediakan mekanisme pelaporan elektronik yang lebih sederhana dan praktis. Inovasi tersebut sejalan dengan kebutuhan zaman yang semakin bergantung pada teknologi digital. Namun demikian, transformasi besar ini tidak lepas dari tantangan, khususnya terkait kesiapan pengguna dan literasi digital yang masih belum merata. Sejumlah langkah modernisasi telah diperkenalkan untuk meminimalisasi beban administratif. Misalnya, dokumen elektronik kini digunakan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari PIB, PEB, SPPBMCP, hingga SPTNP. Selain itu, tersedia pula dua pilihan input, yaitu otomatis (prepopulated) dan manual. Tujuannya adalah mengurangi duplikasi kerja, mempercepat proses validasi, serta meningkatkan konsistensi data. Meski demikian, efektivitas langkah ini sangat bergantung pada kemampuan teknis pengguna. Tanpa pemahaman yang memadai, proses validasi dapat mengalami kendala yang justru menghambat pelaporan.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa hambatan utama sering kali bukan terletak pada ketiadaan teknologi, melainkan kesalahan teknis sederhana. Banyak laporan ditolak akibat nomor dokumen tidak sesuai format, penulisan tanggal yang keliru, atau kesalahan dalam memilih jenis transaksi. Permasalahan ini memperlihatkan bahwa penyediaan teknologi harus diiringi dengan dukungan teknis yang memadai. Oleh sebab itu, panduan praktis yang mudah diakses, baik dalam bentuk manual tertulis, infografis, maupun layanan konsultasi cepat, sangat diperlukan oleh perusahaan maupun pelaku usaha. Di sisi lain, integrasi data antarinstansi sebenarnya membuka peluang besar untuk penggunaan pendekatan berbasis risiko. Dengan keterhubungan data pembayaran, pabean, dan pelaporan, otoritas pajak dapat lebih fokus mengawasi anomali berisiko tinggi. Proses ini tidak hanya meningkatkan efektivitas pemeriksaan, tetapi juga mempercepat tindak lanjut jika ditemukan kejanggalan. Kehadiran fitur pra-validasi menjadi nilai tambah karena dapat membantu wajib pajak memperbaiki kesalahan sebelum data resmi diajukan.

Meski berbagai inovasi telah dihadirkan, hambatan struktural masih menjadi tantangan. Kesenjangan infrastruktur digital di sejumlah daerah menghambat pemerataan adopsi sistem. Wilayah yang konektivitas internetnya rendah atau perangkat pendukungnya terbatas cenderung mengalami kesulitan menggunakan sistem elektronik. Kondisi ini meningkatkan risiko ketidakmerataan kepatuhan fiskal. Oleh sebab itu, transformasi digital harus dibarengi dengan investasi infrastruktur secara merata di seluruh wilayah. Program literasi digital pun perlu diarahkan pada kelompok rentan agar tidak tertinggal dalam arus perubahan. Aspek penting lain yang tidak boleh diabaikan adalah keamanan data. Sistem digital perpajakan menyimpan informasi sensitif milik wajib pajak, sehingga diperlukan standar perlindungan tinggi. Penerapan enkripsi, autentikasi berlapis, serta audit akses menjadi langkah mutlak untuk menjaga integritas data. Kepercayaan publik terhadap sistem digital sangat bergantung pada kemampuan otoritas menjaga kerahasiaan serta mencegah kebocoran data. Tanpa jaminan keamanan, antusiasme masyarakat terhadap digitalisasi bisa menurun.

Perdagangan digital lintas batas juga menambah lapisan kompleksitas. Transaksi melalui platform Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sering melibatkan penyedia layanan asing yang belum memiliki NPWP atau status PKP. Situasi ini memerlukan mekanisme pelaporan yang lebih fleksibel, misalnya penggunaan NPWP sementara sambil menunggu kepastian administratif. Hal tersebut menandakan perlunya harmonisasi regulasi domestik dengan perkembangan ekonomi digital global. Untuk memaksimalkan manfaat digitalisasi, beberapa strategi dapat dilakukan secara paralel: memperluas edukasi berbasis modul daring maupun lokakarya, memperkuat pusat layanan teknis seperti call center dan chat bantuan, serta menyelaraskan regulasi agar tidak terjadi celah dalam pemajakan ekonomi digital. Kunci keberhasilan lain adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia di lingkungan perpajakan. Aparatur DJP harus dibekali keterampilan baru, termasuk manajemen data, analisis risiko, dan pelayanan digital. Dengan begitu, mereka dapat memberikan dukungan teknis yang memadai sekaligus merumuskan kebijakan berbasis bukti. Kolaborasi lintas lembaga juga tidak kalah penting. Sinergi antara DJP, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Kementerian Kominfo akan memperkuat interoperabilitas data serta mempercepat perumusan kebijakan terpadu.

Pelibatan aktif dunia usaha, terutama UMKM, merupakan faktor lain yang menentukan kesuksesan digitalisasi. Antarmuka aplikasi yang ramah pengguna, panduan sederhana, serta materi edukasi singkat dalam bentuk infografis atau video akan sangat membantu pelaku usaha kecil memahami sistem tanpa merasa terbebani. Pemerintah juga dapat menjalankan pilot project atau memberikan insentif di komunitas usaha lokal untuk mendorong adaptasi lebih cepat. Manfaat transformasi digital dapat dirasakan langsung oleh wajib pajak. Proses pengembalian kelebihan pembayaran (refund) menjadi lebih cepat, rekam jejak kepatuhan lebih tertata, dan biaya administrasi berkurang karena minimnya kunjungan fisik ke kantor pajak. Dari sisi negara, digitalisasi menghasilkan basis data fiskal yang lebih lengkap dan akurat. Dengan data yang lebih baik, perencanaan penerimaan negara dan pengawasan dapat dilakukan lebih tepat sasaran. Implementasi juga sebaiknya dilakukan secara bertahap. Pilot project di sektor tertentu atau di beberapa daerah menjadi langkah awal yang aman sebelum diperluas secara nasional. Pemanfaatan aplikasi mobile untuk pelaporan sederhana, integrasi dengan sistem perbankan, serta kemitraan dengan asosiasi usaha akan mempercepat adopsi dan membangun budaya kepatuhan yang berbasis dialog.

Pada akhirnya, digitalisasi administrasi pajak bukan hanya pembaruan teknis, melainkan bagian dari upaya membangun sistem fiskal yang inklusif, aman, dan berorientasi layanan publik. Keberhasilan transformasi ini memerlukan sinergi antara inovasi teknologi, peningkatan literasi masyarakat, pemerataan infrastruktur, serta tata kelola data yang transparan dan kuat. Indonesia memiliki peluang besar untuk mewujudkan administrasi perpajakan yang lebih adil, efisien, dan dipercaya masyarakat. Kini saatnya seluruh pihak bergerak bersama, karena teknologi hanya akan bermanfaat jika diiringi dengan peningkatan kapasitas manusia. Dengan kombinasi keduanya, manfaat digitalisasi dapat berkelanjutan dan dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Share:

Punya insight tentang peristiwa terkini?

Jadikan tulisan Anda inspirasi untuk yang lain!
Klik disini untuk memulai!

Mulai Menulis
Lentera Today.
Lentera Today.