04 October 2025

Get In Touch

NASA Temukan Eksoplanet Seukuran Bumi

Ilustrasi exoplanet (Foto: NASA)
Ilustrasi exoplanet (Foto: NASA)

SURABAYA (Lentera) - Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) melalui Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) sedang mempelajari eksoplanet TRAPPIST-1 e, sebuah planet seukuran Bumi yang terletak di zona layak huni sistem bintang katai merah TRAPPIST-1. Hasil analisis awal dari empat kali pengamatan mengungkap berbagai kemungkinan mengenai kondisi atmosfer dan permukaan planet ini.

“Instrumen inframerah Webb memberi kami detail lebih banyak daripada yang pernah kami akses sebelumnya, dan empat pengamatan awal yang dapat kami lakukan terhadap planet e menunjukkan kepada kami apa yang akan kami hadapi ketika informasi lainnya masuk,” kata Néstor Espinoza dari Space Telescope Science Institute di Baltimore, Maryland, peneliti utama dalam tim riset, dikutip dari keterangan resmi NASA, Jumat (19/9/2025).

Planet TRAPPIST-1 e menjadi perhatian karena letaknya yang memungkinkan adanya air di permukaan, asalkan planet ini memiliki atmosfer. Dengan menggunakan instrumen NIRSpec (Near-Infrared Spectrograph), teleskop Webb mempelajari cahaya bintang yang menembus atmosfer planet saat terjadi transit.

Analisis awal mengindikasikan bahwa atmosfer primer yang kaya hidrogen dan helium kemungkinan telah menghilang akibat aktivitas intens TRAPPIST-1. Namun, kemungkinan keberadaan atmosfer sekunder masih ada, menimbulkan pertanyaan apakah planet ini memiliki lapisan udara pelindung yang dapat mendukung kondisi permukaan.

Para peneliti menilai bahwa atmosfer TRAPPIST-1 e kecil kemungkinan dipenuhi karbondioksida seperti yang terjadi pada Venus atau Mars. “TRAPPIST-1 merupakan bintang yang sangat berbeda dari Matahari, sehingga sistem planet di sekitarnya juga berbeda, yang menantang asumsi baik dari sisi pengamatan maupun teori kita,” jelas Nikole Lewis, profesor astronomi di Cornell University.

Jika terdapat air cair, para peneliti memperkirakan akan disertai efek rumah kaca yang menjaga kestabilan atmosfer. Air tersebut bisa berupa samudra global atau terbatas pada wilayah yang selalu menghadap bintang akibat kondisi tidal lock.

Pengamatan lanjutan sebanyak 15 kali tengah dilakukan. Espinoza bersama Natalie Allen dari Johns Hopkins University menggunakan pendekatan baru dengan membandingkan transit planet b—yang diyakini tidak memiliki atmosfer—dan planet e, untuk meminimalisasi gangguan dari variabilitas bintang.

“Sangat luar biasa bisa mengukur detail cahaya bintang di sekitar planet seukuran Bumi yang berjarak 40 tahun cahaya dan belajar bagaimana kondisi di sana, apakah kehidupan mungkin ada di sana,” kata Ana Glidden, peneliti pascadoktoral di Massachusetts Institute of Technology’s Kavli Institute for Astrophysics and Space Research. “Kita berada di era baru eksplorasi yang sangat menarik untuk menjadi bagian darinya,” lanjutnya.

Hasil awal pengamatan ini telah dipublikasikan dalam Astrophysical Journal Letters oleh kolaborasi DREAMS (Deep Reconnaissance of Exoplanet Atmospheres using Multi-instrument Spectroscopy).

Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.