09 October 2025

Get In Touch

Ilmuwan Ciptakan Embrio Bayi dari Sel Kulit Manusia

ilustrasi
ilustrasi

SURABAYA (Lentera) - Para ilmuwan di Amerika Serikat berhasil menciptakan embrio manusia dengan memprogram ulang DNA dari sel kulit yang kemudian dibuahi menggunakan sperma. Terobosan awal yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Nature Communications ini memberikan harapan baru bagi jutaan orang yang mengalami masalah infertilitas serta berpotensi mengubah arah masa depan kedokteran reproduksi.

Penelitian yang dipimpin oleh tim dari Oregon Health & Science University (OHSU) tersebut berpotensi menjadi solusi bagi perempuan yang tidak dapat memproduksi sel telur sehat akibat faktor usia, efek pengobatan kanker, maupun penyebab medis lainnya.

Lebih jauh, secara teoritis teknik ini dapat memungkinkan pasangan sesama jenis memiliki keturunan yang memiliki hubungan genetik dengan kedua orang tuanya.

Keberhasilan penelitian ini bergantung pada metode inovatif yang dikembangkan untuk mengatasi tantangan utama, yakni mengubah sel tubuh biasa menjadi sel telur yang siap dibuahi.

Pada dasarnya, sel tubuh seperti sel kulit memiliki 46 kromosom, sedangkan sel telur dan sperma hanya memiliki separuh jumlahnya, yaitu 23 kromosom. Perpaduan keduanya kemudian menghasilkan embrio dengan total 46 kromosom yang normal.

Proses yang dikembangkan oleh tim OHSU ini melibatkan tiga langkah utama:

Transfer Inti Sel Kulit

Para ilmuwan mengambil inti sel dari sebuah sel kulit, yang berisi 46 kromosom. Inti sel ini kemudian dipindahkan ke dalam sel telur donor yang intinya telah dibuang. Teknik ini dikenal sebagai somatic cell nuclear transfer (SCNT), yang mirip dengan metode yang digunakan untuk menciptakan domba kloning pertama, Dolly, pada tahun 1996.

Mengurangi Setengah Kromosom

Berbeda dengan kloning, tujuan di sini bukan untuk membuat salinan identik. Para peneliti memicu sebuah proses unik yang mereka sebut "mitomeiosis", yang memaksa sel telur hasil rekayasa tersebut untuk membuang setengah dari 46 kromosomnya. Langkah krusial ini menghasilkan sel telur fungsional yang hanya memiliki 23 kromosom. 

"Kami mencapai sesuatu yang dianggap mustahil. Alam memberi kita dua metode pembelahan sel, dan kami baru saja mengembangkan yang ketiga," kata salah satu penulis senior studi, Dr. Shoukhrat Mitalipov. 

Pembuahan

Sel telur baru yang kini memiliki 23 kromosom tersebut kemudian dibuahi dengan sperma melalui proses bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF). Hasilnya adalah embrio diploid dengan dua set kromosom yang berasal dari kedua orang tua.

Dalam penelitian ini, para ilmuwan berhasil menciptakan 82 sel telur fungsional. Setelah dibuahi, sekitar 9% di antaranya berhasil berkembang menjadi tahap blastokista, yaitu tahap awal embrio yang biasanya ditransfer ke dalam rahim pada prosedur IVF. Para peneliti tidak mengembangkan embrio tersebut lebih lanjut dari tahap ini.

Jalan Panjang di Depan

Meskipun terobosan ini sangat mengesankan, para peneliti menekankan bahwa teknologi ini masih berada pada tahap "pembuktian konsep" dan jauh dari siap untuk diterapkan di klinik. Mayoritas embrio yang dihasilkan gagal berkembang secara normal dan menunjukkan adanya kelainan kromosom.

Para ahli memperkirakan dibutuhkan setidaknya satu dekade penelitian lebih lanjut untuk menyempurnakan dan memastikan keamanan metode ini sebelum dapat digunakan sebagai terapi kesuburan. 

Selain tantangan teknis, kemajuan ini juga memicu diskusi etis yang mendalam tentang bagaimana teknologi semacam ini harus diatur dan digunakan di masa depan. Namun demikian, pencapaian ini menandai tonggak sejarah penting dalam upaya manusia untuk memahami dan mengatasi batas-batas biologi reproduksi.

"Meskipun studi kami menunjukkan potensi mitomeiosis untuk in vitro gametogenesis, pada tahap ini hal tersebut masih sebatas pembuktian konsep (proof of concept), dan diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan efikasi dan keamanannya sebelum aplikasi klinis di masa depan," tulis para penulis penelitian ini. 

Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber
 

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.