18 October 2025

Get In Touch

Karbondioksida di Atmosfer Tembus Level Tertinggi, Apa Efeknya?

Ilustrasi planet bumi. (iStockphoto)
Ilustrasi planet bumi. (iStockphoto)

SURABAYA (Lentera) - Kadar karbon dioksida (CO₂) di atmosfer bumi mengalami peningkatan tertinggi dalam sejarah, serupa dengan rekor yang pernah terjadi pada tahun 2024. Kenaikan ini mencapai level baru yang berpotensi memicu peningkatan suhu jangka panjang di seluruh planet.

Temuan tersebut tercantum dalam laporan yang dirilis oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) pada Rabu (15/10). Dalam Buletin Gas Rumah Kaca-nya, WMO menjelaskan bahwa lonjakan ini disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, antara lain emisi berkelanjutan dari aktivitas manusia, meningkatnya hasil emisi dari kebakaran hutan, serta menurunnya kemampuan ekosistem darat dan laut sebagai “penyerap” alami karbon. Gabungan faktor-faktor tersebut dinilai dapat menciptakan siklus iklim yang berbahaya bagi bumi.

Selama periode 2023 hingga 2024, konsentrasi rata-rata karbon dioksida (CO₂) secara global meningkat sebesar 3,5 parts per million (ppm). Kenaikan tersebut tercatat sebagai peningkatan tahunan tertinggi sejak dimulainya pengukuran modern pada tahun 1957.

"Panas yang terperangkap oleh CO2 dan gas rumah kaca lainnya mempercepat iklim kita dan menyebabkan cuaca yang lebih ekstrem," kata Wakil Sekretaris Jenderal WMO, Ko Barrett, seperti dilansir Anadolu.

"Oleh karena itu, mengurangi emisi sangat penting bukan hanya untuk iklim kita, tetapi juga untuk keamanan ekonomi dan kesejahteraan komunitas kita," imbuhnya.

Laju peningkatan karbon dioksida telah naik hingga tiga kali lipat sejak dekade 1960-an, yaitu dari rata-rata kenaikan tahunan sebesar 0,8 ppm menjadi 2,4 ppm pada periode 2011 hingga 2020. 

Pada tahun 2024, konsentrasi rata-rata karbon dioksida global mencapai 423,9 ppm, meningkat dibandingkan 377,1 ppm ketika buletin pertama kali diterbitkan pada tahun 2004.

Efeknya

Menurut laporan WMO, rekor peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh emisi yang berasal dari kebakaran hutan serta menurunnya kemampuan sistem darat dan laut dalam menyerap karbon sepanjang tahun 2024. Tahun tersebut tercatat sebagai tahun terpanas yang pernah terjadi, diperparah oleh kuatnya fenomena El Nino yang memicu kekeringan ekstrem dan kebakaran besar di wilayah Amazon serta Afrika bagian selatan.

"Ada kekhawatiran bahwa penyerap CO2 terestrial dan laut menjadi kurang efektif, yang akan meningkatkan jumlah CO2 yang tersisa di atmosfer, sehingga mempercepat pemanasan global," kata Oksana Tarasova, petugas ilmiah senior di WMO. "Pemantauan gas rumah kaca yang berkelanjutan dan diperkuat sangat penting untuk memahami perulangan ini," sambungnya.

Dua gas rumah kaca jangka panjang lain yang paling berpengaruh setelah karbon dioksida, yaitu metana dan dinitrogen oksida, juga mencatatkan tingkat konsentrasi tertinggi pada tahun 2024. Konsentrasi metana meningkat hingga 1.942 parts per billion (ppb) atau 166% lebih tinggi dibandingkan masa pra-industri, sedangkan dinitrogen oksida naik menjadi 338,0 ppb, sekitar 25% lebih tinggi dibandingkan sebelum tahun 1750.

WMO menyebutkan bahwa temuan ini dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan ilmiah menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP30) yang akan diselenggarakan di Belem, Brasil, pada November 2025, di mana para negara diharapkan dapat mempercepat langkah dalam menekan emisi gas rumah kaca. 

Co-Editor: Nei-Dya/berbagai sumber

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.