SURABAYA (Lentera) – Komisi C DPRD Surabaya menilai banjir yang masih terjadi di sejumlah kawasan Kota Surabaya disebabkan oleh tiga faktor utama yang harus dutangani. Tiga faktor tersebut yaitu proyek drainase yang belum tuntas akibat rasionalisasi anggaran, lemahnya proses normalisasi saluran, serta keberadaan bangunan liar yang menghambat aliran air.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, Aning Rahmawati menjelaskan, pembangunan infrastruktur drainase kota hampir setiap tahun mengalami rasionalisasi anggaran, sehingga banyak titik yang belum terselesaikan hingga 2025. Salah satu contohnya adalah proyek di kawasan Gunungsari dan Semampir.
“Contoh kemarin Surabaya Barat, terutama di Gunungsari, itu belum selesai. Begitu juga di Semampir yang sempat viral. Ada Rp65 miliar yang mestinya dianggarkan untuk 2025, tapi dirasionalisasi dan baru masuk 2026,” kata Aning, Kamis (6/11/2025).
Akibatnya, konektivitas jaringan drainase belum terbentuk secara menyeluruh. “Beberapa titik yang pembangunannya sudah selesai, seperti di Rungkut Menanggal, terbukti tidak terjadi banjir. Sementara titik yang belum tersambung atau belum tuntas masih rawan,” lanjutnya.
Selain pembangunan yang belum selesai, proses normalisasi atau pengerukan saluran juga dinilai tidak berjalan maksimal. Menurutnya, pemerintah kota belum melakukan pengerukan secara konsisten selama musim kemarau, terutama pada enam bulan pertama.
“Contohnya di Simo. Di sana ada titik hilir menuju sungai yang ternyata dipenuhi sampah. Artinya pengerukan tidak dilakukan dengan baik. Kalau normalisasi dilakukan setiap hari saat kemarau, banjir di Simo kemarin bisa dicegah,” tuturnya.
Politisi dari Fraksi PKS ini juga menyoroti sarana dan prasarana pengerukan yang dinilai masih kurang. Komisi C mengaku sudah berulang kali meminta penambahan alat, namun hingga kini masih belum dipenuhi.
Faktor lain yang memperburuk kondisi adalah rumah pompa yang belum berfungsi penuh. Di salah satu titik, terdapat dua rumah pompa yang direncanakan membantu aliran air, namun salah satunya belum selesai dikerjakan sehingga aliran harus dialihkan.
Selain itu, keberadaan bangunan liar di atas saluran turut menjadi penyebab penyumbatan aliran air. Ia meminta pemerintah kota tegas menertibkan bangunan-bangunan tersebut, sekaligus memastikan adanya solusi bagi warga terdampak.
“Pemerintah kota harus berani menertibkan bangunan liar. Tapi jangan hanya menertibkan tanpa solusi. Komunikasi dan penanganan sosial juga harus berjalan,” katanya.
Untuk mempercepat penyelesaian persoalan banjir, DPRD Surabaya menyebut anggaran untuk penanganan drainase pada 2026 meningkat signifikan menjadi Rp1,1 triliun, jauh di atas rata-rata anggaran tahunan sebelumnya yang sekitar Rp600 miliar.
“Kita harapkan tahun 2026 tuntas, karena anggaran sudah jauh lebih besar,” tutupnya. (*)
Reporter: Amanah
Editor : Lutfiyu Handi





