MALANG (Lentera) — Sebagai upaya pencegahan radikalisme, Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) menggelar kegiatan Pembentukan dan Pelatihan Tim Penyuluh Terpadu Anti Radikalisme Tahun 2025 di Kota Malang, Rabu (3/12/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Bakesbangpol Jawa Timur, Eddy Supriyanto, mengungkapkan bahwa sejumlah daerah di Jawa Timur menjadi wilayah yang mendapatkan perhatian khusus karena kerentanannya terhadap penyebaran paham radikal. Beberapa di antaranya yakni Surabaya, Sidoarjo, Malang, Probolinggo, Lamongan, Magetan, serta daerah lain yang kini ikut menjadi pemantauan seperti Blitar, Jember, Banyuwangi, dan wilayah Madura.
Menurut data Bakesbangpol Jatim, saat ini terdapat lebih dari 190 mantan napi teroris yang tersebar di berbagai daerah di Jawa Timur serta sejumlah anak yang terdeteksi terpapar paham ekstrem. Kondisi ini membutuhkan kewaspadaan dan sinergi yang lebih kuat antara pemerintah daerah, aparat keamanan, tokoh agama, dan masyarakat.
Di hadapan ratusan peserta yang terdiri dari penyuluh agama, Babinsa, Bhabinkamtibmas, serta perwakilan pemerintah daerah, Eddy Supriyanto mengatakan bahwa Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan posisi strategis dan jumlah penduduk besar, sehingga keamanan wilayah harus tetap terjaga sebagai penopang stabilitas nasional.
“Jawa Timur ini selalu menjadi barometer keamanan nasional. Karena itu kami harus memastikan wilayah ini tetap aman, kondusif, dan tidak boleh ‘batuk’. Ancaman radikalisme dan terorisme harus dicegah bersama, sehingga tidak berkembang di tengah masyarakat,” ujar Eddy.
Eddy menegaskan bahwa pihaknya melibatkan unsur TNI, Polri dan penyuluh agama sebagai garda terdepan dalam melakukan sosialisasi dan pencegahan radikalisme. Mereka akan menyasar berbagai lapisan masyarakat, mulai dari sekolah, pondok pesantren, kampus, hingga komunitas di desa dan kelurahan.
Para peserta pelatihan akan mendapatkan pembekalan dari berbagai narasumber, seperti Densus 88 AT, BNPT RI, akademisi, Kementerian Agama, serta perwira TNI dan Polri. Materi yang disampaikan meliputi teknik deteksi dini, strategi kontra narasi radikal, pendekatan deradikalisasi, hingga metode komunikasi sosial yang efektif.
“Harapan kami, setelah pelatihan ini, para penyuluh memiliki pemahaman yang kuat tentang bahaya radikalisme dan terorisme, serta mampu menyampaikan pesan damai langsung ke masyarakat,” jelas Eddy.
Selanjutnya, Eddy menekankan bahwa upaya pencegahan radikalisme tidak hanya menjadi tugas aparat keamanan, namun membutuhkan kerja sama seluruh elemen masyarakat. “Ini tugas kita bersama pemerintah daerah, lembaga agama, pendidikan, tokoh masyarakat, TNI, Polri, semuanya harus bergandengan tangan. Tujuannya agar tidak terjadi pertumbuhan paham radikal dan terorisme di Jawa Timur,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa secara umum, Jawa Timur hingga saat ini masih berada dalam kondisi aman, nyaman, dan produktif. Namun kewaspadaan tetap harus dijaga, terutama terhadap upaya infiltrasi paham ekstrem melalui media sosial, lingkungan pendidikan, hingga ruang-ruang komunitas.
Melalui kegiatan pelatihan ini, Pemprov Jatim berharap para penyuluh dapat menjadi ujung tombak penyebaran nilai kebangsaan, moderasi beragama, dan pentingnya menjaga persatuan. “Kegiatan ini merupakan langkah preventif agar paham radikalisme tidak masuk dan tidak berkembang di tengah masyarakat. Semoga Jawa Timur terus menjadi daerah yang aman, rukun, dan damai,” pungkas Eddy. (*)
Editor : Lutfiyu Handi




