19 December 2025

Get In Touch

Anggota DPRD Surabaya : Sektor Wisata Belum Optimal Berikan Kotribusi ke PAD

Anggota DPRD Kota Surabaya Yona Bagus Widyatmoko. (Amanah/Lentera)
Anggota DPRD Kota Surabaya Yona Bagus Widyatmoko. (Amanah/Lentera)

SURABAYA (Lentera) – Menjelang penutupan tahun anggaran 2025, kinerja sektor pariwisata Kota Surabaya kembali menjadi sorotan. Anggota DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, mengatakan di tengah menyusutnya dana transfer dari pemerintah pusat dan semakin ketatnya ruang fiskal daerah, berbagai aset wisata milik Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dinilai belum mampu memberikan kontribusi optimal terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Padahal, Surabaya memiliki beragam destinasi wisata yang telah lama menjadi ruang rekreasi masyarakat. Namun pengelolaannya dinilai masih didominasi pendekatan administratif dan minim terobosan, sehingga belum mampu mendorong peningkatan kunjungan maupun pendapatan secara signifikan.

Kondisi tersebut tercermin pada pengelolaan Kebun Binatang Surabaya (KBS). Sebagai ikon wisata kota dan aset strategis daerah, KBS hingga kini belum memiliki direktur utama definitif. Kekosongan kepemimpinan ini dinilai berdampak langsung pada arah pengelolaan dan pengambilan keputusan strategis.

Yona Bagus mengatakan, tanpa kepemimpinan yang jelas, sulit berharap KBS dapat berkembang optimal dan memberikan kontribusi maksimal bagi PAD.

“Kalau KBS tidak punya direktur utama definitif, pengelolaannya pasti tidak bisa maksimal. Padahal ini aset besar milik kota yang seharusnya bisa menjadi penopang PAD, apalagi di tengah berkurangnya dana dari pusat,” ucapnya, Rabu (17/12/2025).

Politisi yang akrab disapa Cak Yebe itu menilai, selama kepemimpinan belum tertata, pengelolaan KBS cenderung berjalan rutin tanpa arah pengembangan yang jelas. Di sisi lain, biaya operasional tetap harus ditanggung APBD, sehingga berpotensi menjadi beban anggaran apabila tidak diimbangi peningkatan kinerja dan pendapatan.

Persoalan serupa juga terlihat pada pengelolaan destinasi wisata baru, seperti wisata offroad di Taman Hutan Raya (Tahura) Pakal yang diperkenalkan Pemkot Surabaya. Meski menawarkan konsep berbeda, pengelolaannya dinilai masih terjebak dalam pola birokrasi yang kaku.

Sistem pendaftaran yang mewajibkan pengunjung mendaftar secara daring dinilai mengurangi fleksibilitas layanan, terutama bagi wisatawan yang datang secara spontan.

“Wisata itu seharusnya fleksibel dan ramah pengunjung. Kalau semuanya harus daftar online dengan sistem yang kaku, orang bisa berpikir ulang untuk datang. Ini menunjukkan pengelolaan masih berorientasi administrasi, bukan pasar,” tuturnya.

Selain itu, kawasan wisata Kota Tua Surabaya yang digadang-gadang sebagai etalase sejarah kota juga dinilai belum sepenuhnya memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengunjung. Masih adanya persoalan penataan kawasan serta aktivitas yang mengganggu kenyamanan membuat kawasan tersebut belum optimal sebagai destinasi unggulan.

“Kalau bicara wisata, rasa aman dan nyaman itu kunci. Kota Tua ini potensinya besar, tapi kalau pengunjung masih merasa tidak nyaman, tentu sulit berharap kunjungan meningkat,” ujarnya.

Politisi dari Fraksi Gerindra ini menuturkan, seluruh persoalan tersebut harus dilihat dalam konteks tantangan fiskal daerah. Dengan menurunnya dana transfer pusat, Pemkot Surabaya dituntut memastikan setiap aset daerah benar-benar produktif dan tidak hanya menyerap belanja rutin.

“Dalam kondisi fiskal seperti sekarang, kita tidak bisa lagi membiarkan aset daerah berjalan apa adanya. Wisata harus dikelola secara profesional dan berorientasi hasil, supaya PAD bisa meningkat dan APBD tidak terus terbebani,” pungkasnya. (*)

 

Reporter: Amanah
Editor : Lutfiyu Handi

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.