SURABAYA (Lentera) - Alfarisi, pemuda 21 tahun yang kini menjadi terdakwa persidangan atas tuduhan melempar bom molotov ke Gedung Negara Grahadi di Surabaya, mengembuskan napas terakhirnya di Rutan Kelas I Surabaya di Medaeng Sidoarjo, Selasa (30/12/2025) sekitar pukul 06.00 WIB.
Meninggalnya Alfarisi, membuat seluruh rangkaian perkara otomatis gugur. Kabar duka tersebut pertama kali diterima Koordinator Badan Pekerja KontraS Surabaya, Fatkhul Khoir dari pihak keluarga sekitar pukul 08.30 WIB di hari yang sama, mengutip Tribunnewsjatim, Rabu (31/12/2025).
Jenazah Alfarisi kemudian dipulangkan, dan disemayamkan di tanah kelahirannya, Sampang, Madura.
Alfarisi dituduh melempar bom molotov ke Gedung Negara Grahadi, Surabaya saat aksi demonstrasi pada Agustus 2025 lalu. Tuduhan itu membuatnya diproses hukum hingga ditetapkan sebagai terdakwa dan ditahan di Rutan Kelas I Surabaya di Medaeng.
Ia meninggal dunia hanya beberapa hari, sebelum agenda penting persidangan. Pada 5 Januari 2026 mendatang, Alfarisi seharusnya menghadapi sidang pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum, Ahmad Muzakki di Pengadilan Negeri Surabaya.
Sebenarnya menjelang hari tuntutan, keluarga sempat menjenguk Alfarisi. Saat itu, Alfarisi tidak mengeluhkan kondisi kesehatan yang serius .
Namun tak lama setelah kunjungan tersebut, kabar duka datang dari dalam rutan.
Fatkhul Khoir menyebutkan, berdasarkan keterangan rekan satu sel, sebelum meninggal dunia, Alfarisi sempat mengalami kejang-kejang.
“Kematian Alfarisi saat berada dalam penguasaan penuh negara kembali menegaskan buruknya kondisi penahanan di Indonesia, serta kegagalan negara dalam melindungi hak atas hidup dan memastikan perlakuan yang manusiawi bagi setiap tahanan,” ujar Fatkhul.
KontraS menilai setiap kematian yang terjadi di dalam tahanan negara merupakan indikator serius adanya kegagalan sistem. Oleh karena itu, negara dinilai wajib melakukan penyelidikan yang cepat, independen, dan transparan untuk mengungkap penyebab kematian Alfarisi.
KontraS Surabaya dan Federasi KontraS mendesak, pemerintah untuk melakukan penyelidikan menyeluruh, memastikan adanya pertanggungjawaban hukum atas dugaan kelalaian aparat, serta melakukan evaluasi terhadap kondisi penahanan di Rutan Medaeng dan rutan lainnya.
“Kematian Alfarisi tidak boleh dipandang sebagai peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari pola berulang kematian di dalam tahanan yang mencerminkan krisis serius dalam sistem pemasyarakatan dan penegakan hukum di Indonesia,” tegas Fatkhul.
Terpisah, Kepala Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Surabaya Medaeng, Tristiantoro Adi Wibowo mengungkap penyebab meninggalnya Alfarisi, terdakwa dugaan pelemparan bom molotov ke Gedung Negara Grahadi.
Karutan mengatakan, Alfarisi ada riwayat penyakit kejang sejak kecil. Hal itu diketahui waktu pihak Karutan melakukan serah terima jenazah kepada keluarga Alfarisi.
“Kakaknya cerita waktu serah terima jenazah bahwa almarhum ini ada riwayat kejang sejak kecil. Teman satu selnya juga bilang bahwa waktu di tahanan Polrestabes, almarhum juga pernah kejang-kejang,” ujar Karutan mengutip beritajatim, Rabu (31/12/2025).
Dijelaskan Karutan, terdakwa meninggal dunia, Selasa (30/12/2025) sekitar jam 6 pagi, diagnosa dari medis karena gagal pernafasan.
“Jadi meninggal secara mendadak,” ujarnya.
Waktu kejadian lanjut Karutan, teman satu kamarnya berupaya untuk membantu dengan membawa ke klinik namun belum sampai ke klinik nyawa almarhum tidak tertolong.
Untuk keseharian di rutan kata Karutan, almarhum tidak ada masalah. Dan tidak ada keluhan apapun meski dikabarkan almarhum mengalami penurunan berat badan.
“Teman satu kamarnya yang ditanyain tidak ada masalah waktunya makan ya makan. Tidak ada keluhan apapun dan tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun,” ungkap Karutan.
Editor: Arief Sukaputra




