15 April 2025

Get In Touch

Bunda Fei: Kota Kediri Butuh Regenerasi Pembatik

Bunda Fei: Kota Kediri Butuh Regenerasi Pembatik

Kediri-Memperingati Hari Batik Nasional, Walikota Kediri Abu Bakar dan Ketua Dekranasda Kota Kediri Ferry Silviana Abu Bakar mengunjungi perajin Batik Dermo dan melihat anak-anak belajar mencanting (membatik dengan alat canting), Jumat (2/10/2020).

Batik ditetapkan sebagai Warisan Indonesia dan merupakan budaya bukan benda yang ditetapkan oleh UNESCO tanggal 2 Oktober 2009. Untuk itu, tepat hari ini Jumat (2/10), diperingati sebagai hari batik nasional. Pemerintah Kota Kediri pun turut serta memperingati hari batik nasional.

Adalah gerai batik milik Nunung Wiwin Ariyanti, owner Numansa Batik yang ada di Kelurahan Dermo yang dikunjungi dan melihat anak-anak yang belajar mencanting mengikuti pola di masker. Tampak ikut mendampingi walikota, Camat Mojoroto Mohammad Ridwan dan Lurah Dermo Ahmad Zainudin. Di tempat itu walikota dan rombongan melihat produk-produk batik custom, batik tulis dan batik cap yang dipajang.

Diantara berbagai corak kain batik yang dipajang , ada beberapa yang menarik perhatian Bunda Fey, sapaan akrab Ferry Silviana Abu Bakar. salah satunya adalah corak batik cap dimana proses tinta pewarnanya dari daun asli. Dalam kunjungan tersebut, Walikota Kediri dan Ketua Dekranasda Kota Kediri juga memberikan cinderamata untuk anak-anak agar semakin termotivasi untuk berkreasi.

Ditemui usai kegiatan, Ferry Silviana Abu Bakar mengajak masyarakat lebih mengenal batik lokal asli Kota Kediri. “Di hari Batik Nasional mari kita peringati dengan berbelanja batik asli dari Kota Kediri, karena dengan membeli batik yang asli dan benar-benar di gambar bukan printing kita mendukung karya mereka, ada nilai ada value di dalam sana,” jelasnya.

Ditambahkan, perkembangan batik di Kota Kediri cukup pesat. Berdasarkan data Dinas Perdagangan dan Iindustrian (Disperdagin) Kota Kediri ada 30 merk batik yang tersebar di seluruh kelurahan. Seperti di Dermo, Mrican, Dandangan, Rejomulyo dan lain-lain. Selain itu Ketua Dekranasda Kota Kediri berharap ke depan akan ada regenerasi dari kaum muda yang menekuni batik.

“Kediri khasnya itu dengan batik-batik bermotif ringan, enteng, bukan yang njlimet seperti Solo dan Jogja. Kita mengapresiasi batik mereka, karena motif-motif yang ada dari lingkungan kita. Untuk regenerasi, ini Mbak Nunung memanfaatkan mayoritas ibu-ibu, belum ada yang muda-muda. Harapan saya nanti anak-anak keturunan mereka mau mengikuti jejak orang tua,” ujarnya.

Sementara itu Plt Kepala Disperdagin Kota Kediri, Drs H Nur Muhyar menuturkan, pada peringatan Hari Batik Nasional sebelum pandemi, para perajin berkreasi dengan membagi-bagi suvenir di sejumlah pesimpangan jalan, atau mencanting bersama di taman. Namun karena pandemi saat ini, hal-hal tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan.

“Jadi sebagai penanda Hari Batik Nasional, Bapak Walikota dan Ketua Dekranasda Kota Kediri berkenan mengunjungi salah satu pelaku usaha batik. Kegiatan ini dilakukan untuk lebih menekankan kecintaan pada batik sejak dini,” ungkapnya.

Nur Muhyar juga menyampaikan berbagai upaya yang telah dilakukan Pemkot Kediri untuk para pelaku usaha batik di Kota Kediri di antaranya; mendorong perajin batik sejak sepuluh tahun terakhir dengan Perwali No: 15/2016 yaitu setiap hari Selasa harus berbatik.

“Kita juga pernah memagangkan para pelaku batik ke Jogja selama seminggu untuk meningkatkan kapasitas produksi mereka. Kita juga fasilitasi batik mark untuk pelaku batik sebagai penanda itu merupakan batik asli Indonesia, batik Nusantara dari Kemenperin. Dan saat ini ada 30 perajin batik, tapi untuk sentra di Kelurahan Dermo dan Dandangan. Dengan peminat yang terus meningkat bahkan sampai luar kota,” urainya..

Nur Muhyar berharap, di hari Batik Nasional ini para pelaku batik lebih inovatif dan mengeksplorasi motif-motif yang menampilkan kearifan lokal. “Misalkan tentang sejarah panji, kemudian potensi lokal yang lain seperti Goa Selomangleng. Ada motif kuda lumping, motif gethuk pisang, motif tahu, motif topeng panji sudah muncul itu kita harapkan lebih kreatif lagi menampilkan motif-motif baru supaya customer tidak bosan, jadi tetap ada dinamikanya,” urainya.

Dalam kesempatan yang sama, owner Numansa Batik Kediri, Nunung Wiwin Ariyanti menceritakan awal mulanya menekuni usaha batik yang menjadi unggulannya sekarang. “Untuk batik sendiri mulai 2014 saya belajar sampai saat ini dan masyarakat juga semakin banyak gregetnya untuk belajar batik. Seperti di sekitar Dermo sendiri banyak masyarakat yang ingin belajar membatik,” katanya.

Dikatakan, Numansa batik memproduksi produk unggulan yaitu batik custom jadi batik terpola. Kita ukur pola badan customer, baru nanti kita buat polanya, lalu kita desainkan motifnya sesuai keinginan customer, setelah itu baru ke proses selanjutnya.

“Saya mulai terinspirasi membuat batik custom itu sejak mendapat kesempatan dari Bank Indonesia untuk sekolah desain di Susan Budihardjo lalu semenjak itu saya menerapkan sistem batik custom mulai tahun 2015-2016,” jelasnya.
Nunung juga mengaku adanya Covid-19 yang berdampak pada seluruh sektor usaha, tidak terkecuali pelaku usaha batik. “Dampak Covid pada penjualan menurun tapi tidak banyak, kisaran penurunannya 40 persen. Motif yang paling digemari saat ini ya masih Kuda Lumping. Kalau motif baru jadi target kami setiap bulan harus mengeluarkan 5-10 motif baru,” imbuhnya.


Untuk produksinya sendiri, Nunung masih punya 10 orang jadi kisaran 75 potong batik per bulan. Harga mulai Rp 150.000 -400.000, kalau yang custom ada yang Rp 500.000-800.000 hingga Rp 1 juta lebih. Kalau masker Numansa masih kebagian proyek jahit dari pemkot. Untuk masker itu inovasi sendiri, kita kumpulkan anak-anak dan sesuai selera anak-anak motifnya. Untuk yang 3 lapis dijual dengan harga Rp 15.000/buah dan 1 lapis Rp. 8.000.(gos)

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.