
[JAKARTA] Lenteratoday -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menelusuri semua pihak yang terkait dengan kasus suap Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 yang melibatkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
Salah satunya terkait kontrak antara PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex) dengan Kementerian Sosial dalam pengadaan tas kain alias goodie bag untuk Bansos Covid-19 di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).
"Kami memastikan setiap informasi akan digali dan dikonfirmasi pada saksi-saksi yang diperiksa," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Senin (20/12/2020).
Ali juga menyebutkan bahwa pihaknya membuka kemungkinan untuk meminta keterangan dari berbagai pihak, termasuk, Sritex.
"Saat ini proses penyidikan dan penyelesaian berkas perkara tersebut masih terus berlangsung. Penyidik masih akan melengkapi bukti, data dan informasi dengan memanggil dan memeriksa sejumlah saksi," papar Ali.
Diketahui, salah satu media nasional menyebut, Sritex diduga menerima rekomendasi khusus dari anak Presiden Joko Widodo. Namun demikian, perseroan menyatakan partisipasi dalam program tersebut dimulai dari pertemuan antara pihak Kemensos dan perseroan.
"Sritex mendapatkan pesanan goodie bag bansos setelah di-approach oleh pihak Kemensos. Pada saat itu kami disampaikan bahwa kebutuhannya mendesak alias urgent," kata Head of Corporate Communication PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex) Joy Citradewi, Minggu (20/12/2020).
Kendati demikian, Sritex mengaku mendapatkan order goodie bag bantuan sosial (bansos) dari Kementerian Sosial (Kemensos) sekitar sebulan setelah pandemi Covid-19.
Seperti diketahui, dalam kasus ini, KPK menetapkan Mensos Juliari Peter Batubara dan empat tersangka lainnya sebagai tersangka suap terkait program bantuan sosial penanganan virus corona (Covid-19)
Keempat tersangka lainnya dalam kasus ini adalah, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.
Selaku penerima, Juliari, Adi dan Matheus dijerat Pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, selaku pemberi, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Ist).