
JEMBER (Lenteratoday)- Potensi wisata di Jember sebenarnya cukup besar dan beraneka ragam mulai dari wisata pesisir, kuliner hingga seni budaya. Bila digerakkan dengan konsep dan pengembangan yang bagus, bukan tidak mungkin wisata Jember bisa bersaing dengan Banyuwangi, tetangga sebelah. Namun sayang, lima tahun lalu kondisi Jember begitu terpuruk. Hingga potensi wisata Jember tidak tergarap dengan baik. Ditambah lagi badai pandemi covid-19, menjadi pengalaman terburuk sepanjang masa bagi kondisi perekonomian negeri ini.
Mengulik potensi wisata Jember berikut pemberdayaan dan edukasi masyarakat wisata atau membangkitkan kelompok sadar wisata tentu tidak lepas dari sosok Hasti Utami. Perempuan pelopor kepariwisataan mandiri berbasis pemberdayaan masyarakat ini berjibaku dengan bagaimana membangkitkan potensi dan edukasi wisata di Jember dikala tanpa back up Pemkab Jember sekaligus berjibaku dimasa pandemi covid-19. Hasti Utami merupakan pengelola Tamasya Bis Kota atau TBK yang banyak dikenal dengan membangkitkan bis Damri yang mangkrak mirip Transformer untuk kemudian diotak-atik menjadi bis wisata lokal dengan biaya murah meriah namun tidak meninggalkan kenyamanan dan kenangan berwisata.
"Setiap kawasan yang kita sentuh dengan pemberdayaan masyarakat memiliki berbagai kesulitan. Alhamdulillah semua teratas. Kendala terbesar karena Pemkab Jember tidak support saat itu, bahkan tahu sendiri kan, seluruh program Tamasya Bis Kota diklaim pemerintah. Misalkan ada pengembangan kawasan wisata pesisir, kita garap ada Pantai Payangan dan Pantai Tengah, kita jadikan kuliner pesisir yakni Lobster termurah didunia Rp 25 ribu dapat," terang Hasti Utami pada Lenteratoday.com, Sabtu (6/3/2021).

Dia juga sempat mengembangkan wisata di Jember bagia utara. "Masyarakat disana termasuk UMKM dan senimannya sangat mendukung, namun pemerintah desanya kurang support, itu bberapa kendalanya, berat namun bisa teratasi," ujarnya.
Hasti juga menerangkan soal konsep besar pengembangan wisata di Jember yakni sebenarnya TBK memberikan banyak masukan dan sustainable tourism yang bisa diterapkan di Jember. "Tahun ini kita akan garap potensi wisata religi. Meski kita sedang on proses tentang urban tourism, yakni mengatasi problem kemiskinan perkotaan dan konservasi lingkungan," ujarnya. Selain itu juga di pedesaan, TBK akan fokus Tamasya Desa Kita untuk menggandeng angkutan desa ditambah dengan destinasi baru yang sedang dimunculkan potensi sekaligus peningkatan perekonomian warga desa setempat.
Soal wisata di tengah pandemi covid-19, kata Hasti memang sempat menjadi kendala utama. "Dimasa pandemi semua bisnis pariwisata pasti down, namun persoalannya beda. Tamasya Bis Kota kami bukan bisnis, tapi ini social tourism, dan ini sebagai bentuk social responsibility kita kepada Indonesia. Jadi selama ini kita udah banyak banget dapat dan hidup bahagia di Indonesia, tapi ada kalanya apa yang kita dapat akan kita berikan kembali untuk Indonesia kembali," ujarnya.
Dia menambahkan, dengan TBK itu memang kegiatan non profit, selain itu bahkan setahun awal kita subsidi dengan uang pribadi. Kemudian pada tahun kedua sudah ada keuntungan, selanjutnya itu untuk membiayai program baru yakni tamasya lin kuning. "Ini bener-bener profit sampai pandemi, kemudian kita lanjut lagi dengan pengembangan tamasya desa kita," ujarnya.
Menurut dia, tamasya desa kita itu dibuat untuk penanggulangan ekonomi waga desa yang terimbas pandemi khususnya di pedesaan. "Saat itu kita awal berpikiran bahwa yang terkena pandemi adalah warga perkotaan, ternyata tidak. Becak dan bentor di desa-desa juga terimbas cukup parah, kita juga prihatin era new normal kita heran, kok orang-orang menyerbu wisata rame-rame akhirnya menciptakan pandemi covid. Jember ini susah, karena destinasi wisatanya sedikit, paling ngelencernya ke Papuma, Rembangan dan Watu Ulo. Makanya kita bikin alternatifnya, yakni wisata desa kita, mengajak wisatawan ke jalan desa namun diluar wisata yang ramai dikunjungi wisatawan," terangnya. Untuk mencegah pandemi, maka solusinya adalah becak montor atau bentor untuk bisa memecah kerumunan potensi pandemi covid.
Wisata potensial yang dikembangkan oleh TBK dan dianggap sebagai keberhasilan yakni kawasan Pantai Tengah atau Pantai Asmara yang dikembangkan bersama potensi kuliner pesisir Jember. "Disana kita bantu desain, paket makanan, juga pengamen dilibatkan untuk menghibur wisatawan. Juga perajin lokal yang sempat down, juga mulai jalan lagi kita ingin itu di copy paste di kawasan pesisir pantai tentunya dengan adaptasi dengan potensinya," ujarnya. Selain itu kebehasilan lain yakni Wisata Desa Kemiri dimana ada kolaborasi yang berkualitas antara pemerintah desa dan pemuda lokal desa. "Akhir bulan ini akan kita launching, di Desa Kemiri benar-benar nol rupiah. Jadi untuk membangun properti fisik destinasi, kita bikinkan konsep Tamasya Desa Kita - Jelajah Kemiri. Dari itu, mereka mendapatkan keuntungan, kemudian UMKM lokal di Desa Kemiri kita up untuk kerjasama dengan kalangan pemuda, dan alhamdulillah tulisan besar Desa Wisata Kemiri bisa terpampang disana, sambil jalan kita minta bantuan ke Pemprov Jatim, namun kita tidak tahu kapan," terangnya.
Dengan pengembangan wisata mandiri berbasis pemberdayaan masyarakat, tentu kata Hasti Utami UMKM tersebut sangat terimbas dengan Tamasya Bis Kota. "Yang jelas setiap trip bis kota, pasti akan mengajak wisatawan untuk berbelanja, dan kita ajak mereka ke UMKM yang bener-bener mikro, mereka ada di jalan sempit dan gang-gang. Kenapa tidak ke UMKM gede, kita sampaikan bahwa kita akan beri kesempatan ke UMKM yang kecil-kecil agar mereka bisa menjadi besar," pungkasnya.
Secercah Harapan dari Bupati Hendy
Sosok Hasti Utami sempat diundang dalam Dialog Publik bersama Bupati Jember H Hendy, Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi dan dari Univeritas Jember seorang dosen peneliti dari LP2M, belum lama ini. Beberapa persoalan sempat diutarakan oleh Hasti pada narasumber khususnya Bupati Jember. Termasuk bagaimana konsep membangun Badan Usah Milik Daerah dengan bisnis utama bidang Pariwisata. "Tamasya Bis Kota ini gerakan sosial tourism non profit, motif yang berjalan selama empat tahun ini di Jember. Sebagai stimulus destinasi lokal Jember dan pendampingan bagi mereka. Kami belum tahu konsep BUMD pariwisata. Kalau BUMD pariwisata hanya pada aset pemerintah seperti Rembangan, Patemon, Kebon Agung maupun Watu Ulo, kami sangat sepakat banget. Karena selama ini sepertinya, empat destinasi wisata lokal Jember itu nampaknya sepi-sepi saja," ujar Hasti.
Namun jika menyangkut bisnis pariwisata Jember secara umum, kata Hasti, maka BUMD Pariwisata tersebut masih belum diperlukan. "Kenapa ? Karena selama orang-orang Jember sudah bergerak secara mandiri untuk membangun destinasi-destinasi lokal masing-masing. Nah, gerakan pemberdayaan masyarakat dan wisata yang selama ini sudah ada, maka seharusya Pemkab Jember menjadi pembimbing, pembina dan promotornya bagi mereka. Kenapa empat tahun kemarin banyak pemuda-pemuda lokal yang membangun wisatanya sendiri, tapi sayangnya mereka kemudian masa depan wisata lokal itu mati, karena tidak punya arah dan tidak ada yang mendampingi," terangnya.
Dia kemudian menceritakan, tahun 2021 kebetulan program wisata dengan bis kota maupun angkutan kota konvensional lin kuning juga dengan becak montor atau bentor masih bisa survive. "Kita kedepan menggagas Jember Islamic Tourism. Waktu itu, Gus Firjaoun (sekarang Wabup Jember) menjadi pemandu wisata di Pondok Pesantren Talangsari. Saat ini kita terus kembangkan itu untuk lebih luas lagi, yakni menggali potensi wisata sejarah pondok pesantren. Kita sudah komunikasi dengan 13 pondok pesantren dan sudah oke. Kita juga dalam waktu dekat menggelar wisata pesantren lagi dan akan menghimpun pesntren-pesantren lagi yang ada di Jember. Kami mohon dukungannya, Pak Bupati," ujarnya kepada Bupati Jember.
Dia menambahkan, untuk beberapa destinasi lokal yang sudah dia dampingi dan pemberdayaan masyarakat lokal setempat dan sudah mampu mendatangkan banyak sekali wisatawan yang selama ini dianggap tidak menarik. Selama ini wisatawan diajak untuk menonton can macaman kaduk, kemudian menikmati makan di tengah sawah, mereka juga membutuhkan transportasi. "Namun kalau pengadaan transportasi, kayaknya susah. Nah, yang kami lakukan adalah pemberdayaan angkutan konvensional, plus bis Damri yang selama ini mangkrak. Ada juga wisata lokal yang kami dampingi juga memanfaatkan kendaraan konvensional seperti colt maupun lin kuning, becak montor dan becak di desa. Jadi ada bis Damri yang mangkrak, kita sebut transformer, karena bis itu mangrak tidak bisa jalan, sekarang sudah berjalan lagi," ujarnya.
"Kita sudah jalan dan berkolaborasi Dinas Perhubungan dan Dinas Pariwisata. Kita saat itu akan meluncurkan tamasya bis kota, tamasya lin kuning, dan tamasya becak Jember. Saat itu kita pembekalan dan kami urunan, karena tidak ada anggaran dari pemerintah. Kita adan kepala dinas urunan untuk pelatihan bagi tukang becak. Rencananya, kita akan meresmikan tamasyaa itu pada 14 November 2020 bersama Plt Bupati Jember saat itu, namun karena kondisi pemerintahan yang tidak oke, akhirnya kita undur," ujarnya.
Pihaknya berharap mudah-mudahan tahun ini, acara itu bisa direalisasi sebab Kepala dinas sudah membaca proposalnya. "Kami berharap Bapak Bupati bisa berkolaborasi dan membantu kami. Harapannya tahun ini kita bisa kolaborasi dan sinergi, bisa dipercepat dan efesiensi. Kami benar-benar non profit, pak, kami tidak cari proyek pak, beneran. Jadi apa yang kami lakukan selama empat tahun ini yang tidak didukung pemerintah, maka dkami berharap bisa didukung pemerintah Pak Haji Hendy," pungkasnya.
Sementera Bupati Jember Hendy Siswanto menanggapi positif usulan Hasti Utami. "Tentang wisata, kami sudah bertemu dengan beberapa maskapai, saya kasih contoh ya. Maskapai agar bisa hidup kembali di Bandara Notohadinegoro, saya menawarkan program ke maskapai yakni Jember harus ada penerbangan setiap hari. Kami akan memberikan konstrbusi, setiap tiket nanti akan kami berikan voucher bis kota untuk bisa keliling ke tempat wisata di Jember, free atau gratis," ujar Bupati Jember Hendy.
Menurutnya, maskapai tidaknya hanya berpikir soal okupansi penumpang pesawat saja, namun Pemkab juga memberikan konstribusi. "Tiket pesawat gratis keliling ke lokasi wisata di Jember. Yang mendatangkan wisata ke Jember, akan kami bantu. Selain itu, juga menggerakkan seni dan budaya maka acara apa saja diwajibkan ada pembukaan didahului acara seni tari-tarian Jember, lagu ataupun baca puisi, yang diambilkan seniman dari desa, biar pekerja seni ada gaweannya dan bisa ada job. Jember Islamic Tourism, jadi di Jember ada 600 an pondok pesantren. Tolong Mbak Hasti berikan konsepnya kepada kami, ini bisa menggerakkan pptensi ekonomi Jember juga, karena ada kunjungan wisata maka juga akan membeli hasil produk UMKM setempat," terangnya.
Selain itu juga bisa dibuatkan semacam jurnal khusus, jika ada kunjungan turis ke pondok pesantren, maka wajib urutan paketnya untuk belanja ke UMKM maupun kulinernya juga, jadi ada transaksi ekonomi bagi warga disana. Untuk kendaraan wisata, Pemkab Jember menyatakan siap. "Dishub punya tiga bis, nanti kita atur penggunaannya. Bantuan support, kami pasti bantu untuk pariwisata. Soal perlu tidaknya BUMD Pariwisata, saya akan membuat beberapa yang memang diperlukan. Yang kami ajukan, harus membuat kajian. Tidak ada muncul dari ide saya langsung jadi, tidak ada. Harus ada kajian dan diskusi dengan bapak-bapak dewan. Jadi out put-nya kita sepakati bersama. Meski pengambil kebijakan ada di posisi kami, tetap ada kajian pariwisata agar ada transaksi disana agar ada nilai bisnis wisata jalan juga," imbuhnya.
Dia juga menegaskan untuk akselerasi dalam pengembangan Kota Jember. "Kalau dengan OPD Pariwisata lama jalannya. Harus dikaji dulu, maaf saya orang dagang. Jadi setiap kami mengeluarkan anggaran, harus imbang balik modalnya berapa, untuknya berapa. Untung nggak, kalau gak untung gak usah, bubar saja. Jadi setip kebijakan ada nilai valuenya. Value tidak harus dalam bentu uang, juga bisa yang lain-lain," tandasnya. (mok)