
JEMBER (Lenteratoday) - Saat ini kopi sudah tidak lagi sekedar minuman saja, tapi sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat Indonesia, termasuk warga Jawa Timur. Apalagi wilayah Jawa Timur dikenal sebagai salah satu penghasil kopi terbesar di Indonesia. Peneliti dari Pusat Kajian Gastrodiplomasi di Center for Research in Social Sciences and Humanities (C-RiSSH) Universitas Jember, Agus Trihartono menyampaikan, bagi warga Jawa Timur, kopi identik dengan rasa pahit.
Ini artinya warga Jawa Timur lebih suka dengan kopi Robusta dibandingkan dengan kopi jenis Arabica. Hasil penelitian tentang kopi oleh Pusat Kajian Gastrodiplomasi ini disampaikan oleh Agus Trihartono kala diskusi mengenai hasil penelitian timnya di lantai 6 gedung CDAST Unej.
Dari hasil penelitian dengan metode multi-stage random sampling yang dilakukan di 31 kota dan kabupaten di Jawa Timur terhadap 220 responden di wilayah kota dan di desa, menghasilkan data 24 persen responden baik di kota maupun di desa menyukai kopi yang pahit. Hanya 2,7 persen responden di perkotaan yang menyatakan suka kopi yang berasa agak asam.
Jumlah penyuka kopi dengan rasa agak asam di wilayah desa justru makin kecil, hanya 0,7 persen saja. Penikmat kopi di Jawa Timur ternyata juga lebih suka menikmati kopi di rumah, hal ini dibuktikan dengan jawaban 47,9 persen responden di kota dan 42,5 persen responden di desa.
“Dari data tersebut, ternyata warga Jawa Timur suka kopi Robusta yang memang cita rasanya pahit daripada kopi Arabica yang agak asam. Oleh karena itu kami menyarankan kepada pelaku usaha dan pemangku kepentingan di bidang kopi Indonesia untuk fokus memasarkan kopi Robusta ke dalam negeri, sebab pangsa pasarnya masih terbuka luas. Sementara untuk produk kopi Arabica bisa diekspor mengingat jenis kopi ini yang lebih disuka konsumen luar negeri,” jelas Agus Trihartono.
Pusat Kajian Gastrodiplomasi Universitas Jember aktif melaksanakan berbagai penelitian tentang aspek sosial kopi secara berkelanjutan sejak tahun 2017 hingga kini.
Hasil data penelitian lainnya yang menarik adalah jumlah warga Jawa Timur yang minum kopi cukup banyak baik di desa maupun di kota. Di perkotaan mencapai 40,2 persen dan di desa mencapai 33,2 persen. Untuk kopi yang diminum pun cukup berimbang, antara kopi asli dan kopi dalam kemasan sachet. Angka penyuka kopi asli di perkotaan mencapai 33,6 persen dan di desa sebesar 24 persen. Sementara kopi sachet dikonsumsi oleh 21,2 persen responden baik di kota maupun di desa.
“Data ini menunjukkan pangsa pasar baik kopi asli maupun kopi sachet di Jawa Timur masih terbuka lebar. Perlu literasi kopi bagi masyarakat agar mereka tahu keunggulan kopi asli kita yang beraneka ragam, apalagi Indonesia memiliki banyak speciality coffee. Sementara bagi produsen kopi sachet, harus melakukan inovasi-inovasi produk terus menerus yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Ujungnya bagaimana agar konsumsi kopi meningkat,” imbuh Agus Trihartono yang juga dosen Program Studi Hubungan Internasional FISIP ini.
Agus Trihartono tidak hanya meneliti bagaimana warga Jawa Timur memaknai kopi, dia juga meneliti bagaimana sisi sosial maraknya cafe yang menyajikan kopi di kota-kota kecil di Jawa Timur, seperti Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Bojonegoro dan kota lainnya. Peneliti gastrodiplomasi lulusan Ritsumeikan University Jepang ini mencatat, keberadaan cafe atau kedai kopi modern di kota-kota di Jawa Timur itu mulai marak semenjak tahun 2012.
Salah satu temuannya adalah keberadaan cafe tersebut berpotensi mengurangi kohesivitas warga, pasalnya suasana cafe diatur lebih privat berbeda dengan warung kopi tradisional yang lebih menyatukan hubungan antar pelanggan. (mok)