24 April 2025

Get In Touch

Syukuran Lukisan Pertemuan Bung Karno-Marhaen, Bambang DH: Gambaran Nasionalisme untuk Bebaskan Rakyat dari Kemiskinan dan Kebodohan

Ketua Dewan Pembina Yayasan Perguruan 17 Agustus 1945 (YPTA) Surabaya, Bambang DH
Ketua Dewan Pembina Yayasan Perguruan 17 Agustus 1945 (YPTA) Surabaya, Bambang DH

SURABAYA (Lenteratoday) – Sebuah lukisan yang sarat dengan nilai sejarah diperkenalkan ke publik di Plaza Proklamasi Gedung Graha Wiyata, Universitas 17 Agustus 1945 (Untag), Selasa (6/4/2021).

Berdimensi 100 x 130 cm, lukisan tersebut menggambarkan pertemuan bersejarah antara proklamator kemerdekaan Ir Sukarno (Bung Karno) dan seorang petani bernama Marhaen di Cigelereng, Bandung, pada 1923.

Ketua Dewan Pembina Yayasan Pendidikan Tujuh Belas Agustus (YPTA) 1945, Bambang DH yang hadir dalam acara tersebut mengatakan, semangat nasionalisme yang tertuang dalam lukisan itu harus menular ke para pemimpin negeri ini. Termasuk, Walikota Surabaya saat ini, Eri Cahyadi diharapkan memiliki program dengan tujuan utama mengentaskan rakyat dari kemiskinan dan kebodohan.

“Saya ingat ada buku yang ditulis oleh seorang pakar fisika dari Brazil yang menulis mengenai hal yang disampaikan oleh Plato. Yaitu atlantis yang hilang. 30 tahun lebih riset dilakukan. Hasilnya atlantis yang hilang berada di nusantara ini.

Saya bangga dengan nusantara ini sampai-sampai saya berkomunikasi dengan teman saya yang ambil S3 di Leyden. Ini menunjukkan betapa besar dan luar biasanya Indonesia,” katanya.

Kekayaan sejarah, sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM) dan tentu saja aksi kreativitas pun diharapkan menjadi bekal bagi negeri ini agar rakyatnya sejahtera. “Pak Eri pasti paham dengan Marhaen. Pemimpin kita paham sama persoalan bahwa rakyat harus dibebaskan dari kemiskinan kebodohan keterpurukan,” jelasnya.

Untuk itu, Bambang DH mengatakan bahwa disparitas atau jarak harus diturunkan. Sebab jika semakin lebar akan menjadi bom waktu.  Jangan sampai ada gesekan antar etnis antar agama, antar kelompok hanya karena perbedaan.

“Saya percaya pada Pak Eri dengan dikawal mantan wartawan senior pak Ketua DPRD (Adi Sutarwijono,Red), duet ini akan melahirkan kebijakan yang menentramkan kita semua,” ujar pria yang juga menjabat sebagai anggota DPR RI.

Ketua Dewan Pembina Yayasan Perguruan 17 Agustus 1945 (YPTA) Surabaya (tengah), Walikota Surabaya Eri Cahyadi (kanan) dan Direktur Institut Marhaen Jacobus K Mayong Padang

Untuk diketahui, lukisan berdimensi 100 x 130 cm, lukisan tersebut menggambarkan pertemuan bersejarah antara proklamator kemerdekaan Ir Sukarno (Bung Karno) dan seorang petani bernama Marhaen di Cigelereng, Bandung, pada 1923.

Lukisan itu, dilukis oleh pelukis Surabaya bernama Sudiyanto Pandji Wiryo Atmojo atas permintaan dari aktivis kerakyatan senior bernama Yacobus Mayong Padang. Lukisan yang mengandung nilai sejarah dikerjakan mulai April - November 2020.Lukisan itu rencananya bakal dipasang di Institut Marhaen di Bandung yang diinisiasi oleh Yacobus Mayong Padang.

Sementara itu, Walikota Surabaya Eri Cahyadi mengungkapkan rasa bangga dan bahagianya dapat menyaksikan proses pembuatan lukisan itu melalui seuplik dokumentasi video dalam acara itu.

”Ini adalah kehormatan untuk Surabaya, dan semakin meneguhkan kami sebagai dapur nasionalisme, karena di kota ini Bung Karno lahir, tumbuh hingga remaja, mendapat gemblengan pemikiran dan bersentuhan dengan dinamika rakyat,” katanya.

Cak Eri—begitu sapaannya-- mengatakan, Bung Karno adalah sosok pemimpin yang jiwanya dipenuhi keikhlasan. Tak ada satu pun motif pemikiran dan perjuangan Bung Karno kecuali hanya untuk membebaskan rakyat kecil dari penderitaan akibat penjajahan.”Jiwanya beliau yang tulus ikhlas itu semoga selalu menurun kepada jiwa warga Surabaya,” urainya.

Selain itu, dia menceritakan lukisan yang menggambarkan pertemuan Bung Karno dan Marhaen tersebut membawa imajinasinnya hingga puluhan tahun silam. Dia membayangkan, Bung Karno ketika itu bersepeda keliling desa hingga bertemu Marhaen. Di tengah terik matahari, di tengah sawah, terjadilah dialog di antara keduanya, yang menjadi inspirasi bagi Bung Karno untuk memberi nama Marhaenisme pada pemikiran politiknya.

”Saya membaca kisahnya di otobiografi Bung Karno. Salah satu kisah yang paling saya ingat. Dari itu pula selalu menjadi pengingat saya untuk tidak pernah ingkar janji kepada rakyat kecil,” papar dia.

Dia membenarkan pernyataan Bambang DH bila kisah Marhaen tak lain sebagai representai rakyat kecil saat ini. Oleh sebab itu, Cak Eri sapaan lekatnya akan terus memperjuangkan hak-hak warga demi kesejahteraan bersama. Mulai dari memberikan pelayanan terbaik, melanjutkan program permakanan, berobat gratis, sekolah gratis dan sebagainya.

 Sementara itu, Yacobus Mayong Padang mengungkapkan sejarah Indonesia terurai sangat panjang. Kemerdekaan diperingati setiap 17 Agustus 1945. Namun, ada satu momen yang sangat penting dalam perjalanan menuju kemerdekaan, yaitu momen ketika Bung Karno bertemu Marhaen (Mang Aen) di tengah sawah di Cigereleng, Bandung, pada 1923.

”Dialog dengan Pak Marhaen itulah yang menyadarkan Bung Karno sebagai kaum terpelajar, betapa menderitanya rakyat ketika itu. Saat itu juga, Bung Karno bertekad bahwa Indonesia harus merdeka untuk membebaskan rakyat yang menderita,” pungkasnya. (Ard)

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.