21 April 2025

Get In Touch

Soal Larangan Mudik dan Diperbolehkannya Wisata, Ini Kata Wagub Jatim

Wakil Gubernur Jatim, Emil Elestianto Dardak.
Wakil Gubernur Jatim, Emil Elestianto Dardak.

SURABAYA (Lenteratoday) – Pemerintah telah menetapkan larangan mudik saat Hari Raya Idul Fitri 2021. Meski demikian, masyarakat masih tetap bisa berwisata di daerah mereka tinggal. Kebijakan tersebut menjadi perbincangan di kalangan masyarakat.

Menyikapi hal itu, Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak memberikan tanggapan. Menurut orang nomer dua di provinsi Jawa Timur ini, larangan mudik berkaitan dengan mobilitas yang sangat massif. Saat mudik, ada jutaan orang keluar dari Jabodetabek dan menyebar ke berbagai daerah. Kondisi ini yang dikhawatirkan bisa menjadikan penyebaran Covid-19 tidak terkendali lagi.

“Sedangkan tempat wisata, ini memang tentunya kita yakini Satgas punya pertimbangan, mana yang mereka sanggup dikendalikan dan mana yang memang punya tingkat resiko yang sangat tinggi,” tandasnya saat ditemui di Surabaya.

Tekait dengan kebijakan tersebut, Emil tidak ingin kemudian disebut sebagai kebijakan pilih kasih. Tentunya, kebijakan tersebut telah melalui berbagai pertimbangan matang. “Kita juga tentunya sangat prihatin, karena saya pun tidak bisa ketemu keluarga besar di saat lebaran,  karena memang ada larangan mudik itu,” katanya.

Di satu sisi, dia juga mengungkapkan bahwa tidak semua masyarakat memiliki kemampuan untuk mudik karena biaya yang bisa saja cukup tinggi. Sehingga, dengan biaya yang cukup tinggi itu maka membutuhkan waktu mudik cukup lama baru bisa sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.

Namun, Emil mengingkatkan bahwa pada saat lembaran tahun lalu terjadi lonjakan penyebaran Covid-19 yang cukup signifikan. “Ya, memang hari ini justru lebih tinggi dari tahun lalu, walaupun kita sudah turun banyak dibanding awal tahun. Mungkin itu yang menjadi pertimbangan seluruh instansi terkait risiko kalau terlaksana mudik,” paparnya.

Sebaliknya, lanjut Emil, terkait dengan tetap dibukannya tempat wisata, kemungkinan pemerintah sudah melakukan tolok ukur dan tidak dipukul rata pada semua tempat wisata. Kalaupun ada pembukaan tempat wisata tentunya harus mampu melakukan pembatasan yang signifikan. Sementara, pembatasan pada mudik akan lebih susah.

“Sedang kalau tempat wisata yang biasanya bisa 1.000 orang ya mungkin maksimal bisa cuman berapa ratus gitu kan. Nah ini yang kami asumsikan mungkin menjadi pertimbangan-pertimbangan para pembuat kebijakan,” ujarnya.

Menurutnya, yang penting adalah menghormati kebijakan tersebut karena tujuannya untuk menjaga jangan sampai terjadi lonjakan kasus. Terlebih lagi sudah pernah merasakan lonjakan kasus di penghujung 2020 kemarin, dimana dari 300 kasus menjadi hampir Rp1.000. Tentunya tidak ada yang ingin hal itu terulang lagi, sebab masyarakat sudah sangat menderita dengan adanya krisis kesehatan, maupun juga dampak ekonominya.

“Inilah yang kita pertimbangkan karena kalau tempat wisata tidak dibolehkan buka, bagaimana dampak ekonomi pada pekerja pekerja yang menggantungkan hidupnya di sana. Jadi semua ada risikonya, nggak ada yang mutlat, nggak ada yang bisa pasti, tapi ini ikhtiar dan estimasi kita. Jadi, kita berikhtiar untuk mengendalikan penyebaran kasus, kita juga mengestimasi resikonya kira-kira sejauh mana bisa dikendalikan,” pungkasnya. (ufi)

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.