24 April 2025

Get In Touch

Lika Liku Pengesahan RUU Pelecehan dan Kekerasan Seksual

Ilustrasi .
Ilustrasi .

MALANG, (Lenteratoday) - Rancangan Undang Undang Pelecehan dan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dalam perjalanannya mengalami banyak hambatan, mulai dari pertentangan pendapat berbagai pihak, hingga aneka kontroversi. Padahal undang-undang ini cikal bakal jaminan keamanan bagi perempuan dan korban kekerasan seksual di Indonesia.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual, namun sayangnya belum ada payung hukum yang bisa melindungi perempuan dan anak - anak yang kerap menjadi korban kekerasan seksual dan pelecehan seksual. Ancaman pidana kekerasan seksual yang ada hingga hari ini, ternyata tidak cukup efektif untuk menjerat pelaku. Di sisi lain, respon lingkungan sosial tidak selalu berpihak kepada korban, membuat banyak korban memilih untuk bungkam

Lahirnya wacana RUU PKS kini bisa dianggap sebagai harapan baru yang bisa menjadi penangkal terjadinya tindak kekerasan dan pelecehan seksual bagi perempuan maupun anak anak. Dengan payung hukum ini tersebut, proses hukum terhadap siapapun pelaku tindak kekerasan seksual pasti dan jelas. RUU PKS ini telah masuk prolegnas sejak tahun 2016.

Meski banyak aktivis perempuan menekan DPR RI untuk segera sahkan RUU PKS, namun dalam praktiknya proses pengesahannya masih menemui jalan berliku. Ina Irawati, aktivis Koalisi Perempuan untuk Kepemimpinan berpendapat bahwa RUU PKS adalah awal perlawanan terhadap kekerasan seksual.

Menurutnya, jika implementasi RUU PKS tidak dikawal dengan baik, maka pelaku kekerasan seksual bisa saja lolos. “RUU PKS inikan memang harus dikawal terus ya, jika sudah sah, implementasinya juga harus diperhatikan,” ujarnya pada Lenteratoday.com

Ina menjelaskan RUU PKS juga harus disosialisasikan pada setiap lembaga, termasuk pendidikan. “Sosialisasi terhadap undang-undang ini juga perlu ya, karena keterlibatan masyarakat dalam melawan kekerasan seksual sangatlah penting,” papar konselor WCC Dian Mutiara ini.

Dari data Komnas Perempuan dalam CATAHU 2020 menyatakan, ada kenaikan kasus kekerasan terhadap perempuan sebesar 6% dari tahun sebelumnya. Itu artinya, ada lonjakan sebanyak 25.293 kasus yang tercatat di Komnas Perempuan. Belum termasuk dengan kasus-kasus yang tidak terdeteksi, seperti kasus yang tidak dilaporkan oleh korban, atau sulitnya akses informasi oleh korban kekerasan.

Sayangnya, hingga hari ini pembahasan mengenai RUU PKS ini mengalami penundaan. Pembuangan berkas RUU PKS oleh DPR RI sempat menjadi kabar yang sangat kontroversial, sebab nasib korban ada pada keputusan sah tidaknya RUU tersebut.(ree)

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.