24 April 2025

Get In Touch

Deteksi Dini Trauma Pasca Bencana, Berikut 5 Poin Penanggulangannya

Sri Sunarti saat terlibat dalam kerja sosial di Desa bambu, Kec Mamuju, kabupaten Mamuju, Prov. Sulawesi Barat.
Sri Sunarti saat terlibat dalam kerja sosial di Desa bambu, Kec Mamuju, kabupaten Mamuju, Prov. Sulawesi Barat.

MALANG (Lenteratoday) - Gempa berkekuatan 6.1 Magnitudo yang sempat mengguncang selatan Jawa Timur beberapa waktu lalu memang mengguncangkan banyak pihak, karena dampak yang ditimbulkan. Ratusan rumah hancur dan tak layak huni. Ribuan warga terpaksa mengungsi dan tinggal dengan perlengkapan seadanya.

Ada banyak kehilangan dan kesedihan yang menyelimuti warga pasca bencana gempa. Tidak bisa dipungkiri, bencana dahsyat itu menyisakan luka yang cukup membuat siapapun trauma. dr. Sri Sunarti. SpPD menjelaskan, trauma dapat terjadi karena kehilangan yang teramat sangat. Trauma pasca bencana bisa dialami siapapun terutama pada orang yang immature. “Trauma yang timbul akibat bencana yang tidak direncanakan memang akan memberikan dampak yang cukup besar,” ujarnya saat dihubungi Lenteratoday.com via telepon.

Dosen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Brawijaya ini menjelaskan, kondisi orang dengan trauma biasanya ditandai dengan rasa sedih yang berlebihan, kehilangan yang akut hingga rasa sensitif seperti mudah marah. “Ketika seseorang sedih berlebihan, seperti menangis berkepanjangan, tidak konsen, membayangkan ketakutan, atau mudah marah, bisa jadi ia mengalami trauma pasca bencana, hal ini disebabkan oleh kehilangan yang cukup dalam,” paparnya.

“Trauma biasa dialami oleh orang yang immature,” lanjut Sri. Usia immature bukan hanya berada pada anak-anak, usia tua atau muda bisa masuk dalam kategori immature, hal ini karena sifat immature tidak berpatok pada berapa usia orang tersebut. “Kategori immature ini adalah orang-orang yang masih menggantungkan perasaannya pada orang lain,” tuturnya.

Meskipun membutuhkan tenaga ahli untuk mendeteksi adanya trauma yang dialami penyintas, ada beberapa cara yang bisa kita lakukan agar tetap sehat dan terhindar dari trauma pasca bencana. Pertama, korban harus merasa aman, membangiun rasa aman ini bisa dilakukan dengan berkelompok tidak menyendiri. Kedua, pastikan kebutuhan dasar tercukupi, mulai dari kebutuhan air bersih hingga bahan pangan untuk bertahan hidup pasca gempa harus terpenuhi.

Hal ini menjadi perlu, karena kebutuhan dasar jika sudah terpenuhi maka akan menimbulkan rasa aman pada korban. Ketiga, tenang, tidak ada yang siap dengan bencana, namun membangkitkan rasa syukur dan calming bisa membantu korban pasca bencana untuk bangkit kembali.

Keempat, yakni hubungan dengan komunitas. Hubungan antar sesama manusia pasca bencana memang sangat diperlukan, Sri memaparkan, connected dengan sesama itu perlu. Ini sangat penting untuk mengurangi resiko kriminalitas pasca bencana. "Misal ada 2 keluarga yang terdampak bencana namun satu orang baik-baik saja, satunya sangat parah, yang terdampak ringan gak mau bantu atau beri ucapan bela sungkawa, pasti yang kehilangan banyak hal ini akan muncul rasa dengki, dan bisa berpotensi melakukan tindak kriminalitas, misalnya menjarah orang tersebut,” terang Sri.

Terakhir adalah harapan, harapan untuk hidup lebih baik, keinginan untuk mendapatkan tingkat hidup yang lebih baik bisa memicu korban pasca bencana agar bisa bangkit dari keterpurukan dan terhindar dari trauma. Perempuan yang sering melibatkan diri dalam kerja sosial ini mengungkapkan, proses trauma healing adalah bagian krusial pada korban pasca bencana. (ree)

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.