
MALANG (Lenteratoday) - Baru-baru ini kasus Stella Monica dengan klinik kecantikan L'Viors Surabaya sempat menghebohkan jagat maya. Pasalnya, Stella Monica konsumen klinik kecantikan tersebut dijerat dengan pasal UU ITE 27 ayat 3 juntco pasal 45 ayat 3 tentang pencemaran nama baik, hanya karena mengeluhkan kondisi wajahnya selepas perawatan di sosial media.
L' Viors menuntut Stella untuk meminta maaf secara publik melalui media massa cetak sebanyak 3 kali dengan terbitan hari yang berbeda. Saat ini, kasus Stella telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Padahal hak konsumen untuk mengkritik dan mendapatkan perlindungan sudah tertera pada undang-undang perlindungan konsumen tahun 1999. Namun konsumen, seperti Stella akan terus berjatuhan jika pasal-pasal karet seperti UU ITE masih melenggang.
Mengamini, Hilfili Mahardika, S.H mengatakan sejak pandemi segalanya jadi serba sulit untuk ditangani bahkan pekara kritik terhadap sebuah produk. " Ini hak konsumen untuk mendapatkan barang yang sesuai dengan yang diinginkan, artinya ini sudah menjadi hak konsumen memberi kritik, barang yang ia beli harus sesuai dengan yang diharapkan,” kata salah satu konselor LBH Peka Malang tersebut.
Pasal karet, seperti UU ITE, kerap menjerat siapapun yang memiliki pandangan berseberangan. Menurut Hilmi pasal karet harusnya tidak pernah ada, selain bisa digunakan dengan semena-mena pasal UU ITE bisa jadi alat pukul anti kritik bagi siapapun yang memiliki kepentingan. “Pasal ini mencederai konsumen karena memberikan pendapat di wilayah pembelian barang menjadi tidak aman,” ujarnya pada lentera.
Meski dalam Undang-Undang 45 kebebasan berpendapat telah dijamin oleh negara, ada baiknya jika masyarakat lebih berhati-hati dalam mengungkapkan pendapat di sosial media. Selama pasal-pasal karet belum musnah, masyarakat harus benar-benar jeli untuk mengungkapkan kritik. “Saya rasa yang dilakukan masyarakat itu lebih hati-hati, mengkritik itu boleh yang penting jangan dicampur dengan issue sara,” jelasnya.
Peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dinilai kurang maksimal. Penanganan terhadap beberapa kasus seperti Stella, masih bisa lolos dari pandangan. “Bagaimana BPKN mengawasi secara ketat, karena banyak sekali terjadi penipuan barangnya tidak datang dan lain sebagainya. Sehingga pengawasan terhadap perusahaan ini masih belum maksimal.” tutup Hilmi. (ree)