18 April 2025

Get In Touch

DPRD Kabupaten Blitar Sidak Mesin PCR RSUD Srengat

Caption : Mesin PCR RSUD Srengat merk Roche yang menjadi disoal Menkes
Caption : Mesin PCR RSUD Srengat merk Roche yang menjadi disoal Menkes

BLITAR (Lenteratoday) - Menindaklanjuti polemik mesin PCR RSUD Srengat, yang menyebabkan Pemkab Blitar ditegur oleh Menteri Kesehatan (Menkes). Komisi IV DPRD Kabupaten Blitar melakukan sidak ke RSUD Srengat, mengecek langsung mesin PCR yang dibeli seharga miliaran tersebut.

Sidak dilakukan oleh Sekretaris Komisi IV DPRD Kabupaten Blitar, Medi Wibawa untuk mengecek mesin PCR RSUD Srengat yang dikabarkan bermasalah, hingga Pemkab Blitar ditegur oleh Menkes. "Kita ingin cek langsung, untuk melihat kondisi mesin dan bagaimana penggunaannya untuk melayani masyarakat," ujar Medi, Kamis (3/6/2021).

Tampak ikut dalam sidak ini anggota Komisi III DPRD Kabupaten Blitar, M Andika didampingi Direktur RSUD Srengat, dr Pantjarara Budiresmi dan jajaran mengecek pelayanan dan mesin PCR di bagian laboratorium yang berada di lantai dasar.

Sebelum memasuki ruang PCR, diwajibkan memakai Alat Pelindung Diri (APD) atau baju hazmat lengkap. Untuk mencegah adanya virus dari luar, bahkan ruangan juga dibuat bertekanan yang bisa diatur.

Medi dan Pantjarara masuk mengecek langsung proses dan mesin PCR, yang terdiri dari 3 bagian yaitu preparasi, ekstrasi dan PCR. Juga mendapat penjelasan mengenai mesin PCR merk Roche tipe Cobas Z 480, yang sempat menjadi pemberitaan karena disoal oleh Menkes. Ketika Wakil Bupati Blitar, Rahmat Santoso bertemu Menkes, Budi Gunadi Sadikin di Jakarta. Karena mesin merk tersebut, reagen nya sulit dan mahal.

Usai mengecek mesin PCR, Medi menjelaskan secara umum fasilitas pengujian di ruang PCR berjalan baik. "Cuman yang menjadi pertanyaan, kenapa membeli yang mahal dan sulit reagennya. Hingga Pemkab Blitar ditegur oleh Menkes," jelasnya.

Hal inilah yang menjadi pertanyaan, bahkan sebelum hearing yang direncanakan Jumat (4/6/2021) mendatang bersama RSUD Srengat dan Dinkes Kabupaten Blitar. "Maka saya ingin mendapatkan bahan langsung dari lapangan, dengan mengecek mesin PCR tersebut," tandasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Pemkab Blitar ditegur oleh Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Budi Gunadi Sadikin, karena membeli mesin PCR merk R yang mahal dan reagen nya juga sulit. Kalaupun ada harganya juga mahal, sehingga tidak bisa mendapat bantuan reagen dari pemerintah pusat.

Teguran ini disampaikan langsung kepada Wabup Blitar, Rahmat Santoso ketika bertemu di Jakarta, untuk meminta bantuan vaksin. Sehingga Wabup Rahmat minta Kejagung untuk mengusutnya, kenapa membeli mesin PCR yang mahal tapi tidak bisa maksimal digunakan melayani masyarakat. Sesuai informasi dari BPKAD Kabupaten Blitar, mesin PCR tersebut dibeli dari anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) pada APBD 2020 sebesar Rp 2,7 miliar.

Sementara itu Ditektur RSUD Srengat, dr Pantjarara Budiresmi ketika dikonfirmasi usai sidak menyatakan jika pembelian mesin merk Roche tersebut sudah mendapat rekomendasi, dari tim supervisi Dinkes Provinsi Jatim. "Kalau tidak mendqpat rekomendasi, saya tidak akan berani membelinya," kata Pantjarara.

Mengenai harga yang dikatakan mahal, dokter spesialis patologi tersebut mengelak dikatakan mahal. Karena alat tersebut harganya lebih murah dari pada di e katalog. "Mesin PCR nya saja harganya Rp 400 juta, kemudian mesin ekstrasi Rp 1,1 miliar dan peralatan pendukung lainnya termasuk lemari pendingin, printer dan lainnya total sekitar Rp 2,3 miliar dari pagu Rp 2,7 miliar," terangnya.

Soal reagen yang sulit dan mahal, Pantjarara mengungkapkan bisa menggunakan reagen merk lain dan tidak harus satu merk dengan mesin PCR. "Karena pihak penyedia barang akan menginstal aplikasi, agar mesin bisa menggunakan reagen merk lainnya (open source). Kebetulan saat ini masih ada reagen dari merk yang sama dengan mesin PCR, selanjutnya akan bisa menggunakan reagen lainnya," pungkasnya.(ais)

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.