
SURABAYA (Lenteratoday) - Komisi C DPRD Jatim meminta Pemprov Jatim lebih serius mempersiapkan spin off Unit Usaha Syariah (UUS) Bank Jatim dalam bentuk Bank Syariah tersendiri. Sebab, sudah mendekati batas waktu yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu 2023 mendatang.
Permintaan tersebut disampaikan Ketua Komisi C DPRD Jatim, Hidayat saat memimpin rapat dengar pendapat dengan BUMD Jatim yang bergerak di bidang perbankkan di ruang Komisi, Senin (14/6/2021). Dia mengungkapkan, dalam rapat tersebut, Bank Jatim melaporkan jika persiapan spin off UUS Bank Jatim baru pada tahapan audit aset, SMD, permodalan dan potensi.
Untuk itu, Komisi C DPRD Jatim supaya Bank Syariah Jatim segera terbentuk. Guna percepatan pembentukan tersebut maka semua proses dan persiapan yang dibutuhkan harus segera dimulai. Dia menandaskan bahkan Komisi C ingin melihat good will dari Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dalam pembentukan Bank Syariah.
“Jangan sampai ide dan gagasan menjadikan Jatim sebagai percontohan ekonomi syariah tak kunjung terealisasi hingga masa jabatan Gubenur Jatim habis,” tandas politisi partai Gerindra ini.
Lebih lanjut, Hidayat mengatakan bahwa ada dua opsi terkait spin off UUS. Dua opsi tersebut yaitu Bank Jatim membentuk Unit Usaha Syariah atau menjadikan Bank Syariah sebagai bank tersendiri. Namun jika menjadi bank tersendiri maka masih menunggu OJK. Hal ini terkait dengan kebutuhan modal minimal yang mencapai Rp 1,2 triliun.
Hidayat menandaskan, melihat potensi Jatim yang cukup besar dengan jumlah ummat muslim yang yang mayoritas. Maka dia berharap BUMD ini nantinya tidak disamakan dengan BSI (Bank Syariah Indonesia). Komisi C juga lebih mendukung UUS menjadi bank tersendiri dibanding hanya menjadi unit usaha syariah.
“Jika UUS sebagai unit usaha maka akan tetap dalam kontrol Bank Jatim sehingga kurang leluasa untuk menggali potensi ekonomi syariah yang ada di Jatim,” katanya.
Lain dari itu, Komisi C meminta supaya Pemprov Jatim setera mengisi kekosongan jabatan komisaris dan direktur di BPR Jatim. Sebab jika dibiarkan terlalu lama bisa membuat kinerja BPR kurang optimal. Dia menjelaskan bahwa di BPR ada satu direktur dan lima komisaris yang belum terisi. (ufi)