10 April 2025

Get In Touch

Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di Sekolah Masih Terkesan Abu - Abu

Aris Merdeka Sirait, Komnas Perlindungan Perempuan dan Anak
Aris Merdeka Sirait, Komnas Perlindungan Perempuan dan Anak

BATU, (Lenteratoday) - Maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual dalam lingkungan sekolah, tentu banyak menyayat hati. Pasalnya, lingkungan yang seharusnya bisa mendidik generasi penerus bangsa, justru menurunkan trauma yang mengancam keberlangsungan hidup anak tersebut.

Belum lama ini, kota Batu digemparkan dengan kasus kekerasan seksual dan eksploitasi ekonomi, yang dilakukan pemilik SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI). Puluhan korban melaporkan kejahatan yang dilakukan JE ke Komnas Perlindungan Anak (PA).

Kita tidak pernah lupa dengan insiden Jakarta International School (JIS) yang sempat menggegerkan jagat maya pada 2018. Tak hanya itu, pada 2020  seorang siswi di Sulawesi mengalami kekerasan seksual di sekolahnya. Menurut catatan Komnas Perempuan 2019-2020 sebanyak 51 kasus yang dilaporkan 27% diantaranya kekerasan seksual yang terjadi di Universitas, 19% di pesantren, 15% terjadi di Sekolah Menengah Atas/Kejuruan.

Dari data tersebut, pelaku dari kekerasan seksual di lingkungan pendidikan adalah Guru/Ustad (22 kasus), Dosen 10 kasus, Kepala Sekolah (8 kasus), dan peserta didik lain (6 kasus). Dalam pressconferencenya, Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi menjelaskan, data ini menunjukkan bahwa lembaga pendidikan masih belum aman untuk anak-anak.

Praktik-praktik kejahatan masih terus terjadi, saat ini, kasus SPI adalah salah satu tragedi kekerasan seksual yang memilukan, dan terjadi di lingkup pendidikan. Eni Rachyuningsih, Kepala Dinas Pendidikan Kota Batu, saat berusaha ditanyai perihal tanggapan dan program pencegahan kekerasan seksual di Kota-nya, ia mengelak.

Tak jelas apakah Dinas Pendidikan Kota Batu memang benar memiliki program atau SOP terkait pencegahan kasus kekerasan seksual pada lingkup pendidikan. Eni hanya menjawab “Ada,” melalui pesan singkat.

Di kesempatan yang berbeda, Niken Mahendra, pegiat perlindungan anak menjelaskan, selama ini sekolah masih belum mempunya SOP Penanganan kasus kekerasan seksual. “Selama ini lingkungan pendidikan kita masih belum punya SOP yang jelas untuk kasus kekerasan seksual,” ujar pendiri Neema Foundation itu.

“Sudah saatnya sekolah - sekolah memiliki SOP untuk kasus seperti ini, karena keterlibatan banyak orang dalam lingkungan sekolah sangat membantu korban, bagaimanapun kita harus berada pada pihak korban,” lanjutnya menjelaskan. (ree)

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.