20 April 2025

Get In Touch

Banyak Tanah Terlantar Akibat Proses Balik Nama Sulit

Ilustrasi
Ilustrasi

MADIUN (Lenteratoday) - Perwakilan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Demangan, Hendrik menilai bahwa banyaknya tanah terlantar di Kota Madiun merupakan akibat dari proses balik nama yang cukup sulit.

Selain menurutnya banyak kejadian bahwa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP) tidak sesuai dengan harga tanah yang dibeli. Bahkan cenderung lebih besar.

Hendrik mengatakan bahwa hal tersebut berpotensi menjadi tanah terlantar. Karena sehabis membeli tanah, seseorang menjadi enggan untuk balik nama.

"Yang menyebabkan tanah terlantar, potensi penyebabnya bisa jadi oleh Pemerintah Kota sendiri. Karena berkaitan dengan pajak jual beli tanah. Banyak beberapa kasus bangunan dan tanah terlantar itu kepemilikannya gak jelas," jelas Hendrik saat sesi tanya jawab dalam Kegiatan Sosialisasi PP No. 20/2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar di Gedung Diklat, Rabu (23/06/2021).

Dia menilai bahwa pajak yang diberikan terlalu tinggi, bahkan tidak sesuai dengan perhitungan tanah yang dibeli. Padahal masyarakat sendiri juga ingin melakukan balik nama sebagai tanda hak milik yang sudah dibeli.

"Pemilik baru gak berani. Akhirnya dibiarkan saja dan jadi kawasan tanah terlantar. Mungkin bapak anggota Dewan bisa cek. Berapa banyak berkas-berkas yang hari ini tidak ditangani," tegasnya.

Hendrik meminta agar hal tersebut menjadi bahan pertimbangan dinas terkait. Sehingga dapat mempermudah proses dan meringankan biaya pajak jual beli tanah.

"Ini yang perlu saya sampaikan dan perlu penanganan secepatnya. Di era pandemi harus efisien. Agar tanah tidak terlantar karena sertifikat. Banyak berkas bertahun-tahun terlantar itu," imbuhnya.

Sementara itu, Kepala BPN Kota Madiun, Cahyo mengatakan bahwa terkait jumlah pajak yang harus dibayarkan sudah ada aturan yang ditentukan. Namun demikian, saran tersebut akan diterima dan disampaikan ke Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) sebagai bahan pertimbangan.

"Terkait besarannya, ini berupa regulasi. Nanti saya sampaikan ke Bapenda. Untuk kesempatan berikutnya biar tahu besarannya pajak," ujarnya.

Dia menerangkan bahwa pajak jual beli tanah adalah pungutan yang harus dibayarkan penjual atau pembeli atas tanah yang menjadi objek jual beli tersebut.

"Pajak yang dikenakan kepada penjual disebut Pajak Penghasilan (PPh). Sedangkan pajak yang dibayar pembeli disebut Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP)," tandasnya. (Ger)

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.