20 April 2025

Get In Touch

Menelisik Pelukis Lekra di Era Kejayaan Komunisme

Menelisik Pelukis Lekra di Era Kejayaan Komunisme

MALANG, (Lenteratoday) - Pada era orde lama dimana paham komunisme masih sempat berjaya, beberapa organisasi kesenian, seperti Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) turut andil dalam ranah perpolitikan. Tak jarang, pertunjukan atau karya seni yang ditampilkan mengusung tema-tema yang paling dekat dengan dinamika politik saat itu, termasuk politik komunisme.

Melalui buku dengan judul “Tuan Tanah Kawin Muda”, Antariksa, penulis sekaligus peneliti ini menonjolkan beberapa catatan yang hilang dari sejarah keterlibatan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dalam Partai Komunisme Indonesia (PKI). Ia tak hanya memberi perhatian pada seniman pesohor negeri, akan tetapi beberapa kisah menarik dan program-program Lekra yang jarang orang ketahui berhasil ia kemas dalam tulisan yang menarik.

Turun ke bawah (Turba) adalah salah satu program utama yang kerap dilakukan seniman Lekra pada zaman itu. Turba dirancang untuk merangsang ide dan pikiran-pikiran seniman dengan realitas yang ada di masyarakat. Dari apa yang ia lihat, kemudian dimanifestasikan menjadi sebuah karya seni.

Pada halaman 63,.Kusni Sulang, salah satu penyair Lekra, menjelaskan perbedaan setelah mengikuti program Turba dan sebelumnya. “….Walaupun saya tidak menyebut diri saya seorang penyair, tetapi saya tahu betul perbedaan tulisan saya masa dua periode itu. Sebelum Turba, saya menulis sajak-sajak cinta dengan latar belakang atau motif revolusioner. Sajak-sajak seperti ini umumnya hanya saya yang mengerti sendiri, mungkin juga bagi beberapa orang. Sumber ilhamnya saya reka-reka. Setelah turba, saya merasa bahwa seluruh tulisan saya seperti keluar otomatis, karena tak lagi tak lagi bisa dipendam, tapi harus ditulis..”

Ia juga menilai, sajak yang ia tulis pun belum bisa mewakili keadaan sesungguhnya yang terjadi di tengah masyarakat. Di tahun 1950-1965, kondisi Indonesia memang sangat memprihatinkan, kemiskinan dimana-mana, korupsi juga merajalela, belum lagi tuduhan kejam yang bisa sewaktu-waktu membuat nyawa seseorang melayang.

Tak heran jika Antariksa memenangkan pembiayaan penelitian dari Yayasan Cemeti, untuk sebuah buku hasil penelitian, ia justru menghadirkan gaya tulisan esai yang berbeda. Bahasa yang ringan, tak terlalu akademisi, personal dan mudah dicerna, menjadi nilai plus buku cetakan tahun 2005 ini.(ree)

Share:
Lentera Today.
Lentera Today.