
JAKARTA (Lenteratoday) – Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk tes PCR (polymerase chain reaction) di wilayah Pulau Jawa – Bali adalah Rp 495 ribu, sedangkan luar Pulau Jawa-Bali Rp 525 ribu.
Aturan ini telah tertuang dalam Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/2845/2021 tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
Namun sejumlah fasilitas kesehatan (faskes) masih ada yang belum mematuhi aturan tersebut. Ada yang menyediakan biaya lebih tinggi karena administrasi dan sejumlah tambahan layanan. Contohnya, fasilitas kesehatan yang beralasan hasil tes PCR keluar lebih cepat harganya akan lebih mahal.
Menanggapi hal ini, Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, Prof Abdul Kadir, mengatakan harusnya seluruh faskes yang melayani tes PCR sudah mengikuti HET yang telah ditetapkan. Apabila masih ada yang belum patuh, ia mengatakan akan ada sanksi tegas dan izin operasi klinik bisa dicabut.
"Sebenarnya sih sejak berlakunya per tanggal 17 itu tentunya sudah harus dapat sanksi kalau dia masih melakukan hal itu," kata Prof Kadir, Sabtu (21/8/2021).
Menurut Prof Kadir, sanksinya adalah berupa teguran bertingkat dari Dinas Kesehatan setempat. Jika faskes tersebut sudah ditegur tiga kali dan tetap tidak patuh, terpaksa izin operasionalnya akan dicabut.
"Tentunya ini bertingkat, dari teguran pertama, kedua, sampai teguran ketiga. Kalau memang tetap tidak mau mengikuti itu, terpaksa izinnya dicabut oleh Dinas Kesehatan," ujarnya.
Lantas bagaimana jika ada faskes yang tetap memberikan harga di atas HET, namun dengan penawaran hasil tes PCR bisa keluar dalam waktu 1x24 jam, atau lebih cepat?
Prof Kadir menegaskan hal tersebut tidak bisa dibenarkan, karena sesuai Surat Edaran adalah HET Rp 495 ribu untuk Pulau Jawa-Bali dan RP 525 ribu di luar Pulau Jawa-Bali sudah termasuk hasil tes PCR harus bisa selesai dalam waktu maksimal 1x24 jam. "Dalam aturan kita kan maksimal 1x24 jam, jadi maksimal 1x24 jam itu harus dikeluarkan (hasilnya)," tegasnya.
Maka dari itu, Prof Kadir mengimbau masyarakat jika ada faskes yang masih menawarkan harga di atas HET, sebaiknya segera laporkan ke Dinas Kesehatan setempat untuk ditindaklanjuti.
"Tentunya dilaporkan ke Dinas Kesehatan. Dinas Kesehatan kabupaten, kota, dan provinsi masing-masing," imbaunya.(ist)