
KEDIRI (Lenteratoday) - Wali Kota Kediri, Abdullah Abu Bakar, mengungkapkan Kota Kediri memiliki toleransi yang kuat. Terbukti, Kota Kediri peringkat 8 kota dengan skor toleransi tertinggi di Indonesia tahun 2020 berdasar survei Setara Institute bekerja sama dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Pernyataan tersebut disampaikan pada Dialog Nasional Pemerintah Kota Sebagai Pilar Penting Toleransi, Kamis (30/9/2021) secara virtual. Menurut Wali Kota Abu Bakar salah satu modal dasarnya adalah keberadaan Paguyuban Antar Umat Beragama dan Penghayat Kepercayaan (PAUB-PK).
Paguyuban ini terbentuk tahun 1998. Merupakan cikal bakal Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang digagas Kementerian Dalam Negeri tahun 2004. Resep lain adalah komunikasi dan ruang dialog untuk menjaga toleransi di Kota Kediri. Ada ruang dialog setiap Jumat Kliwon, dimana seluruh unsur agama, pemerintah, akademisi, dan mahasiswa duduk bersama untuk diskusi dan bertukar informasi.
“Alhamdulillah selama ini kita sangat kondusif dan kondusivitas ini diciptakan, dirawat dan dipupuk. Apabila ada permasalahan kita langsung bicarakan dalam forum tersebut. Jadi semua bisa terselesaikan. Kita menjunjung tinggi tenggang rasa,” ujarnya.
Dia menambahkan, Pemkot Kediri menganggarkan insentif untuk guru TPQ dan sekolah minggu. Selain itu selalu mengadakan kegiatan doa bersama seluruh umat beragama yang ada di Kota Kediri. Seperti saat 17 Agustus dan Hari Jadi Kota Kediri selalu dilakukan doa bersama antar umat beragama. Mereka mendoakan Kota Kediri dan Bangsa Indonesia secara bersama-sama dengan caranya masing-masing.
“Kami melakukan ini supaya sejarah mencatat dan anak-anak kita bisa meniru. Serta nguri-nguri guyub rukun-nya. Harapan kami itu mereka bisa lihat dan paham bahwa keberagaman adalah ciptaan Tuhan. Disitulah turunnya sebuah keberkahan,” ungkapnya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Tito Karnavian dalam forum tersebut mengatakan dalam konteks merawat toleransi Indonesia, kota memegang peranan yang sangat penting. Meskipun jumlah penduduk di kota lebih sedikit namun kota menjadi pusat syaraf dari semua kegiatan.
Tito mengungkapkan kota merupakan etalase dari suatu daerah. Merawat toleransi di perkotaan akan memberikan dampak yang sangat luas untuk wilayah luar perkotaan. Upaya-upaya perlu dibangun untuk merawat toleransi di perkotaan. Seperti mengadakan dialog yang baik dengan Forkopimda serta bentuk tim terpadu untuk melakukan pencegahan dan penanganan konflik sosial.
“Berbagai upaya seperti dialog intens dan membangun hubungan personal harus terus dijaga. Model-model seperti ini dapat menyelesaikan konflik tanpa kekerasan,” ujarnya.
Tito juga menegaskan bahwa toleransi tidak datang secara tiba-tiba namun harus dirawat dan dijaga dengan berbagai langkah nyata.
Jangan biarkan benih-benih intoleransi tumbuh. Apabila dibiarkan dan menjadi sebuah letupan maka biaya akan jauh lebih mahal daripada melakukan upaya-upaya pencegahan yang konsisten. “Saya menghargai dan berterimakasih kepada APEKSI, The Asia Foundation, dan Katadata atas upaya yang dilakukan seperti kegiatan dialog ini. Serta bagaimana mengajak pemerintah kota untuk menjadi pilar penting toleransi. Kota adalah pilar penting eksistensi Bangsa Indonesia,” pungkasnya.
Reporter Gatot Sunarko
Editor Lutfi Yuhandi