
PONOROGO (Lenteratoday) - Menjadi kepala daerah pada masa pandemi Covid-19 seperti saat ini bukan lah hal mudah. Namun, harus benar-benar cerdas membuat berbagai inovasi agar bangkit kembali. Bukan malah mengutuk kegelapan, namun harus mampu menyalakan lilin perubahan.
“Kita berubah untuk cerdas mencari celah bagaimana hidup di masa pandemi, tidak mati, tapi kita bisa bertahan hidup. Ketika pada suatu ketika pendemi sudah sirna maka hikmah dari pandemi menjadi sangat luar biasa. Kita menjadi guyup rukun, kita menjadi gotong royong, kita menjadi tangguh menghadapi bayak hal,” ujar Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko.
Menurutnya, menyalakan lilin perubahan adalah dengan berfikir positif bahwa kehidupan akan terus berjalan. Sehingga, harus benar benar mampu membuat inovasi-inovasi untuk bankit. “Kita dituntut oleh alam hanya dua, pertama adalah meneladani hal yang baik, yang kedua kita harus mewariskan hal yang baik pada anak cucu kita kelak,” tandasnya.
Di mata Sugiri, menjadi bupati di masa pandemi tidaklah mudah, sebab tuntutan rakyat harus segera membangun, ekonomi harus tumbuh, kemiskinan tidak boleh terkontraksi. Kemudian, infrastruktur harus bagus serta tuntutan untuk mampu merubah wajah kota.
Bupati yang pernah menduduki Ketua Komisi E DPRD Jatim ini mengibaratkan pemimpin saat ini bak menari di lantai yang licin. Di mana, penonton harus tetap bisa bertepuk tangan karena suguhan tarian yang indah, sementara kaki ini harus berhadapan dengan lantai yang licin. Maka harus ada keseimbangan antara badan dengan tarian sehingga tidak sampai terpeleset.
“Itu yang saya persuasikan dengan menari di lantai licin tadi. Sementara (tarian) harus indah, harus lincah, harus bagus, harus kaffah, harus sempurna, tapi licin lantainya itu remnya. Maka gasnya adalah indah tadi sehingga memang sudah pas. Mudah mudahan kami mampu menabuh inovasi terhadap semua masyarakat, harus menerbitkan beberapa gagasan yang sangat baik misalnya membangun jalan jalan, memperindah kota ya harus tetap berjalan. Sementara sebagian anggaran yang terbesar direfokusing adalah anggaran infrastruktur maka kami harus cerdik betul mengelola anggaran,” tandasnya.
Sugiri pun memaparkan langkah yang akan dilakukan untuk bisa bangkit adalah membangun kembali sektor wisata. Terlebih lagi, Ponorogo memiliki potensi yang cukup besar. Sugiri menyebut, alam Ponorogo cukup indah, budayanya bagus, sejarahnya indah, kemudian rakyatnya ramah-ramah. Perpaduan dari kota budaya, santri, alam, dan keramah-tamahan ini ketika diramu dalam satu kolaborasi wisata akan menjadi sangat menarik.
“Bagaimana kita menjual alam tapi disitu ada budaya, bagaimana kemudian disitu ada UMKM, ada keramahan, disitu menyiapkan hotel yang hari ini belum tumbuh dengan baik bisa menyiapkan front officenya dengan baik dan lainya,” katanya.
Langkah kedua adalah ketika ekonomi di masa pandemi banyak yang berpindah dari offline ke online, maka Sugiri juga mempersiapkan para pelakunya, produknya, pasarnya, dan juga merancang sistemnya. Sehingga, ketika pada saat pandemi sudah sirna, maka persiapan ini sudah matang dan tinggal berlari kencang.
Sugiri juga secara konkrit membuat inovasi untuk memacu ekonomi namun tetap memperhatikan protokol kesehatan yaitu dengan melakukan riset budidaya udang laut untuk dikembangkan di Ponorogo yang secara geografis cukup jauh dari pantai.
“Ini udang laut yang habitnya di laut, kemudian kami foto kopi laut dengan membuat air laut sintetis biar udang tumbuh di sana dan besar. Bagaimana Ponorogo yang tidak punya laut ini kita mampu menciptakan air laut sintentis, jadi kami memfoto kopi unsur laut ke darat. Kemudian kami aplikasikan di air tawar, sehinga kami bisa budidaya udang di laut buatan,” tandasnya.
Pilihan yang jatuh pada udang ini karena melihat harga udang yang agak mahal sehingga nilai ekonominya tinggi. Bisnis ini juga tidak tidak harus bertemu banyak orang, sebab bisa dilakukan di belakang rumah tanpa melibatkan banyak orang. Dengan demikian, tetap mengindahkan protokol kesehatan.
Selain itu, Sugiri juga memaparkan bahwa punya rencana besar yaitu membuat museum peradaban dan monumen Reog Ponorogo. Nantinya, tempat itu akan menjadi literasi yang menjelaskan dan menceritakan sejarah kelahiran Ponorogo, serta para tokoh besar yang ada di Ponorogo.
“Bagaimana petani Ponorogo, bagaimana peradaban pendidikan, bagaimana peradaban pesantren, bagaimana peradaban budaya, kita tetapkan secara literatur, kemudian disajikan secara digital. Dan ini sudah kami siapkan di gunung gamping,” paparnya.
Terkait dengan penanganan Covid-19, Sugiri mengajak masyarakat untuk totalitas. Diantaranya dengan penyadaran dan dengan melibatkan partisipasi masyarkat secara keseluruhan. Dia menandaskan bahwa Covid-19 ini tidak bisa selesai sendiri, kemudian tidak bisa hanya pemerintah saja, namun semua harus gandeng tangan, berjibaku keras, dan gotong royong untuk menekan paparan Covid-19. “Supaya rakyat terselamatkan dari hantuan ketakutan Covid terutama hantuan dar paparan Covidnya maka harus kerja keras,” tegasnya.
Repoter: Maria Endang/Rahmad Suryadi/Ardini
Editor: Widyawati